Minggu, 18 April 2010

Divine Rest for Human Restlessness

Divine Rest for Human Restlessness
(Isrirahat Ilahi bagi Manusia yang tanpa Istirahat)-
Karena adanya hari matahari yang menyaingi hari Saturnus (Saturday) yang terjadi pada awal abad kedua itu adalah sejalan dengan penerapan pemeliharaan hari Minggu oleh orang orang Kristen menggantikan hari Sabat, sebuah pertanyaan timbul: Apakah peningkatan posisi hari matahari menjadi hari pertama dalam pekan mungkin mempengaruhi orang Kristen yang ingin membedakan diri mereka dari hari Sabatnya orang Yahudi, dengan memelihara hari yang sama ini untuk kebaktian mingguan?

Ada beberapa indikasi yang menyokong dugaan ini. Secara tidak langsung, dukungan ada dari pimpinan agama terhadap pemujaan orang Kristen terhadap matahari, dengan mengadopsi lambang matahari dari literatur Kristen untuk melambangkan Kristus. Juga dengan adanya perubahan orientasi berdoa dari Jerusalem ke Timur, dan dengan penetapan hari Natal yang berasal dari pesta kafir. Indikasi yang lebih jelas ialah seringnya lambang matahari digunakan untuk mensahkan pemeliharaan hari Minggu. Justin Martyr (sekitar thn 100-165) menekankan supaya orang Kristen berkumpul “pada hari Matahari…karena inilah hari pertama ketika Allah, merubah kegelapan dan ketiadaan, menciptakan dunia”.
Hubungan yang dibuat Justin diantara hari Matahari dan penciptaan terang pada hari pertama bukanlah kebetulan, karena beberapa pemimpin agama yang kemudian menyatakan hubungan yang sama. Eusebius (sekitar thn 260-340), contohnya, beberapa kali merujuk terang terangan kepada motif dari terang dan hari Matahari untuk mensahkan kebaktian hari Minggu. Pada komentar Eusebius atas kitab Mazmur, dia menulis: “Pada hari yang terang ini, hari pertama dan hari sesungguhnya dari matahari, bilamana kita berkumpul setelah enam hari bekerja, kita merayakan hari Sabat yang suci …kenyataannya, pada hari pertama penciptaan dunia inilah Allah mengatakan: “Jadilah terang and terangpun jadilah. Pada hari ini jugalah Matahari Keadilan telah naik untuk jiwa kita”.
Hal ini dan tulisan tulisan yang sejenis menunjukkan bahwa pilihan hari Minggu dimotivasi oleh waktu yang tepat dan lambang yang efektif yang hari Minggu telah sediakan untuk memperingati dua kejadian penting dalam sejarah keselamatan: penciptaan dan kebangkitan. Jerome (sekitar thn 342-420) menyebutkan dua alasan ini dengan jelas : Hari yang disebut sebagai hari Matahari oleh orang kafir, kita akan mengakuinya, karena pada hari ini terang dunia telah muncul dan pada hari ini juga Matahari Keadilan telah terbit”.

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari investigasi kami adalah bahwa penetapan pemeliharaan hari Minggu menggantikan hari Sabat telah terjadi, bukan di Gereja Jerusalem oleh otoritas kerasulan untuk memperingati kebangkitan Yesus, tetapi telah terjadi di gereja Roma selama awal abad ke dua, didukung oleh hal hal eksternal. Intrik politik, sosial, agama kafir, dan faktor Kristen – sama dengan masalah tanggal 25 Desember sebagai hari lahirnya Kristus – mendorong dipeliharanya hari Minggu sebagai hari kebaktian yang baru. Adanya fakta bahwa pemeliharaan hari Minggu berdasar pada kriteria yang meragukan dan bukan merupakan perintah Alkitab menyebabkan kesulitan yang besar dialami oleh para pemimpin agama untuk menjelaskan alasan teologis yang kuat yang tidak dapat dibantah demi menganjurkan pemeliharaan hari Suci Allah dengan baik. Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan untuk mendidik dan memotivasi orang Kristen untuk memelihara hari Suci Allah bukan hanya datang di gereja pada jam kebaktian tetapi sebagai hari yang utuh untuk beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani?

Proposal dari studi kami adalah untuk memimpin manusia menemukan kembali dan mengalami arti, fungsi, dan berkat berkat dari hari Sabat Alkitabiah: hari yang diciptakan bukan untuk jam kebaktian saja untuk menunjukkan perbedaan atau penghinaan terhadap orang lain, tetapi sebagai pilihan Khalik yang jelas untuk 24 jam sehari penuh beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani keperluan orang orang yang kekurangan. Studi kami telah menemukan bahwa perhatian utama hari Sabat untuk orang orang percaya adalah untuk berhenti dari pekerjaan harian supaya dapat beristirahat dalam Tuhan. Dengan membebaskan diri kita dari pekerjaan mencari nafkah setiap hari, hari Sabat membebaskan kita dan kita menyediakan diri untuk Tuhan, untuk diri kita sendiri, dan untuk orang lain, sehingga menyanggupkan kita mengalami kehadiran Khalik dan persekutuan dengan sesama manusia.
Perbedaan hari Sabat dan hari Minggu bukanlah hanya perbedaan nama dan nomor, tetapi adalah perbedaan otoritas, arti, dan pengalaman. Hal ini adalah perbedaan diantara hari libur ciptaan manusia dan hari Suci yang ditetapkan oleh Allah. Perbedaan diantara sebuah hari yang dihabiskan untuk memuaskan diri sendiri dan sebuah hari yang disediakan untuk melayani Allah dan manusia. Ini adalah perbedaan diantara pengalaman sebuah hari tanpa istirahat dan sebuah hari Istirahat Khalik untuk Manusia yang tidak mempunyai istirahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar