Sabtu, 15 Mei 2010

UNDANG-UNDANG HARI MINGGU

SABAT SEBAGAI POKOK PERSOALAN UTAMA - UNDANG-UNDANG HARI MINGGU "Dlm peperangan yg berlangsung pd akhir zaman demi menentang umat Allah, seluruh kuasa2 jahat yg telah murtad dari persekutuan dengan Hukum Tuhan akan bersatu. Dalam peperangan ini, Sabat Hukum keempat itu akan menjadi pokok persoalan utama, karena dalam Hukum Sabat ini Pemberi Hukum yg agung itu menunujukkan diriNya sebagai Pencipta langit dan bumi." -
"Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara," kata Tuhan, " sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu turun-temurun, sehingga kamu mengetahui bahwa Akulah Tuhan yg menguduskan kamu" (Keluaran 31:13)
Pergerakan undang-undang hari Minggu sedang merintis jalannya di dalam kegelapan. Para pemimipin menutupi pokok persoalan yg sebenarnya, dan banyak orang yg bergabung dengan pergerakan ini tidak melihat sendiri secara lebih jelas arah dari aruh bawah ini ... mereka bekerja dalam kebutaan. Mereka tidak menyadari bahwa jika pemerintah Protestan mengorbankan prinsip-prinsip yang telah menjadikan mereka suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, dan melalui perundang-undangan memasukkan ke dalam Konstitusi prinsip-prinsip yang akan memprogandakan kepalsuan dan penipuan Kepausan, maka mereka terjerumus ke dalam kengerian Zaman Kegelapan Roma.

Jumat, 23 April 2010

Sejarah Perubahan Dari Hari Sabat ke Hari Minggu

Sejarah Perubahan Dari Hari Sabat ke Hari Minggu

Pertanyaan mengenai bagaimana dan kapan hari pertama dalam pekan – hari Minggu – gantinya hari yang difirmankan dalam Alkitab – hari Sabat - menjadi hari istirahat dan kebaktian dari mayoritas orang Kristen, telah lama menjadi perdebatan. Khususnya pada tahun tahun belakangan ini, banyak studi, termasuk beberapa disertasi doktoral, telah mengkaji ulang pertanyaan ini. Tulisan ini, yang berusaha untuk memastikan dasar dasar Alkitabiah dan sejarah terjadinya pemeliharaan hari Minggu mungkin merupakan refleksi dari keinginan untuk menguji kembali keabsahan dan relevansi pemeliharaan hari Minggu pada saat tekanan tekanan sosial dan ekonomi sedang menyoroti masalah ini.
Pandangan historis tentang asal usul hari Minggu
Secara tradisi, pemeliharaan hari Minggu sebagai ganti Sabat hari ketujuh telah lebih sering dihubungkan dengan perintah gereja daripada perintah Alkitabiah. Thomas Aquinas, contohnya, menyatakan dengan spesifik: “Dalam hukum baru pemeliharaan hari tuhan mengganti pemeliharaan hari Sabat, bukan karena perintah Alkitab (hukum ke empat) tetapi oleh lembaga gereja”. Pandangan yang sama diulangi tiga abad kemudian dalam Katekismus Konsili Trent (1566) yang menyatakan, “adalah hal yang menggembirakan gereja tuhan bahwa perayaan keagamaan hari Sabat diganti oleh hari tuhan”. Selama kontroversi teologis pada abad ke enam belas, para teologis Katolik sering merujuk kepada asal usul hari Minggu yang berdasar pada perintah gereja ini untuk menunjukkan kekuatan gereja mereka dalam memberlakukan hukum hukum dan upacara upacara baru. Gaung dari kontroversi itu bahkan dapat kelihatan dalam buku Lutheran yang bersejarah, yaitu Pengakuan Augsburg (Augsburg Confession, 1530) yang menyatakan: “Mereka (orang Katolik) merujuk kepada hari Sabat sepertinya sudah diganti oleh hari tuhan, bertentangan dengan Sepuluh Hukum. Sungguh besar kekuatan gereja itu karena merubah satu hukum dari Hukum Sepuluh !
Pengakuan Augsburg mengakui asal usul yang berdasar pada perintah gereja untuk pemeliharaan hari Minggu dan menerima hak gereja untuk memberlakukan peraturan peraturan seperti pemeliharaan hari Minggu tetapi menolak wewenang gereja untuk menghubungkan pemeliharaan sebuah hari suci kepada sesuatu yang diperlukan untuk keselamatan. Serupa dengan itu Calvin melihat hari Minggu lebih sebagai lembaga manusia daripada lembaga ke Allah an. Dalam bukunya “Institutes of the Christian Religion”, Calvin menerangkan:”Mudah sekali untuk membuang spiritisme, hari libur Yahudi dihilangkan, dan untuk mempertahankan ketertiban dan kedamaian dalam gereja…orang orang Kristen yang mula mula mengganti hari Sabat dengan hari yang sekarang kita kenal sebagai hari tuhan”.
Pada abad abad setelah Reformasi, dua pandangan utama yang saling bertentangan telah diperdebatkan dengan hangat, mengenai asal usul dan alamiah dari hari Minggu. Pandangan pertama menetapkan bahwa hari Minggu berasal dari wewenang Allah pada saat saat awal kekristenan untuk memperingati kebangkitan Tuhan Yesus pada hari pertama dalam pekan. Pendukung pandangan ini secara umum mempertahankan pendapat hari Minggu sebagai pengganti yang sah dari Sabat hari ketujuh. Beberapa teologis terkenal yang mendukung pandangan ini adalah Erasmus (1536), Theodore Beza (1605), Nicolas Bownde (1607), Jonathan Edwards (1758), William Paley (1805), dan James Augustus Hessey (1860) dan lain lain.
Pandangan yang kedua menganggap hari Minggu sebagai lembaga gereja, tidak tergantung pada Hukum Ke Empat. Beberapa pendukung pandangan ini menempatkan asal usul hari Minggu pada jaman rasul-rasul, tetapi beberapa dari mereka menempatkannya pada jaman setelah rasul-rasul. Alasan untuk pandangan ini kebanyakan bersifat praktis, yaitu untuk menyediakan waktu bebas bagi kebaktian publik dan istirahat untuk para pekerja. Pada umumnya pandangan ini mendorong pemeliharaan hari Minggu yang lebih longgar, membolehkan seseorang bekerja, berolahraga, dan menikmati hiburan. Beberapa pendukung yang terkenal dari pandangan ini adalah gereja Katolik, Luther (1546), Calvin untuk beberapa aspek (1564), John Prideaux (1650), Hugo Grotius (1645), William Domville (1850), dan E.W. Hengstenberg (1869) dan lain lain.
Perdebatan tentang asal usul dan alamiah dari hari Minggu belum selesai sama sekali. Baru baru ini sebuah karya besar telah muncul pada kedua sisi Atlantik dengan tujuan utama untuk menerangkan sejarah terjadinya dan dasar teologis dari pemeliharaan hari Minggu. Keterangan keterangan ini pada dasarnya adalah refleksi dari dua pandangan historis yang diterangkan diatas. Pandangan yang pertama, didukung oleh cendekiawan seperti J. Francke, F.N. Lee, S.C. Mosna, Paul K. Jewett dan kerja sama antara R.T. Beckwith dan W. Stott, berpendapat bahwa hari Minggu adalah lembaga Alkitabiah yang berasal dari kebangkitan Tuhan Yesus pada hari pertama dalam pekan sebagai pengganti yang sah dari Sabat hari ketujuh. Akibatnya, hari Minggu dianggap sebagai Sabat orang Kristen yang harus dipelihara sesuai dengan Hukum ke Empat. Pandangan yang kedua berbeda dengan pandangan yang pertama karena pandangan ini meminimalisasi dasar Alkitabiah untuk pemeliharaan hari Minggu dan menyangkal adanya hubungan antara hari Minggu dan Hukum ke Empat. Pandangan ini menyatakan bahwa hari Minggu, berbeda dengan hari Sabat, bukan berasal sebagai hari istirahat tetapi sebagai waktu yang singkat untuk kebaktian yang terjadi sebelum atau sesudah jam jam kerja. Hanyalah pada abad ke empat hari Minggu menjadi hari istirahat sebagai akibat dari dekrit kaisar Constantine pada tahun 321. Para pendukung pandangan yang kedua ini menempatkan sejarah terjadinya hari Minggu pada waktu yang berbeda. Willy Rordorf, sebagai contoh, berpendapat bahwa kebaktian hari Minggu dimulai berbarengan dengan kebangkitan Kristus yang diasumsikan memberikan sebuah pola untuk perayaan ekaristi regular pada setiap hari Minggu.
Sebuah simposium yang monumental (700 halaman) yang disponsori oleh Kelompok Tyndale untuk Penelitian Alkitab di Cambridge, Inggris dan ditulis oleh para professor, seperti D.A. Carson, Harold H.P. Dressler, C. Rowland, M.M.B. Turner, D.R de Lacey, A.T. Lincoln, dan R. J. Bauckham, menyimpulkan bahwa “dapat dibayangkan dengan jelas bahwa pemeliharaan hari Sabat hari pertama …dimulai sebelum persidangan Jerusalem (49 AD). Tetapi kita tidak dapat berhenti disini. Kita harus terus mempertahankan pendapat bahwa pemeliharaan hari Sabat pertama sama sekali tidak mudah dimengerti sebagai fenomena pada jaman kerasulan dan merupakan wewenang kerasulan”. Hiley H. Ward mengusulkan waktu yang lebih kemudian untuk asal usul pemeliharaan hari Minggu dalam bukunya Space-age Sunday. Dia berpendapat bahwa hari Minggu tidak muncul sebagai perkiraan tetapi sebagai antitesis dari hari Sabat, pada saat diantara perang Yahudi yang pertama (70AD) dan kedua (135AD). Faktor utama yang memicu kebaktian hari pertama adalah ‘kenyamanan’, yaitu, keperluan praktis untuk melepaskan hubungan dengan orang Yahudi pada saat pemerintahan Roma menindas orang Yahudi sehubungan dengan pemberontakan yang sering terjadi.
Sehubungan dengan berlanjutnya perdebatan perdebatan ini, studi ini mewakili usaha baru yang ingin menjelaskan waktu, tempat, dan sebab sebab dari asal usul kebaktian hari Minggu. Apakah asal usulnya bermula di Jerusalem pada jaman rasul rasul dengan kewenangan mereka untuk memperingati kebangkitan Kristus dengan cara perayaan perjamuan Tuhan ? atau apakah asal usulnya dimulai pada saat saat berikutnya, pada sebuah tempat, dan karena faktor faktor yang berbeda? Penjelasan dan verifikasi tentang sejarah kejadian pemeliharaan hari Minggu sangatlah penting, karena hal ini tidak hanya menjelaskan mengenai asal usul tetapi juga dapat menjelaskan apakah pemeliharaan hari Minggu ini dapat diterapkan pada keKristenan dewasa ini.
Kebangkitan Tuhan Yesus dan Asal Usul hari Minggu
Kebangkitan Tuhan Yesus yang terjadi pada hari pertama dalam pekan, pada umumnya dianggap sebagai faktor dasar yang menentukan permulaan ditinggalnya pemeliharaan hari Sabat menuju pada kebaktian hari Minggu. Apakah sumber sumber dokumenter pada saat itu mendukung anggapan ini? Penelaahan saya terhadap sumber sumber ini menunjukkan bahwa anggapan ini lebih berdasar pada fantasi daripada kenyataan. Tidak ada informasi yang dapat ditemukan dalam Perjanjian Lama (PL) yang menganjurkan untuk memperingati kebangkitan Kristus pada hari terjadinya. Kenyataannya, dalam PL hari Minggu tidak pernah disebutkan sebagai ‘hari kebangkitan’ tetapi selalu disebut sebagai ‘hari pertama dalam pekan’. PL tidak pernah menganjurkan supaya Perjamuan Kristus diperingati pada hari Minggu, juga tidak pernah menyatakan bahwa Perjamuan Kristus diadakan untuk memperingati kebangkitan Kristus. Paulus, yang menyatakan bahwa ‘dia akan menyampaikan apa yang dia terima dari Tuhan (1 Kor 11:23) berulang ulang menyatakan bahwa upacara itu dirayakan pada saat dan hari yang tidak ditentukan (1 Kor 11:18,20,33,34).
Apakah kenyataan bahwa Kristus bangkit pada hari Minggu menyiratkan ‘perintah’ supaya orang Kristen merayakan peristiwa itu dengan beristirahat dan berbakti pada hari pertama dalam pekan? Kelihatannya peristiwa kebangkitan lebih mengisyaratkan kerja daripada istirahat. Mengapa? Paling sedikit ada dua alasan.
Pertama, peristiwa ini lebih menandai dimulainya pelayanan Kristus yang baru, bukannya penyelesaian dari misi Kristus di bumi yang terjadi pada hari Jumat sore ketika Juruselamat mengatakan ‘Sudah selesai’ (Yoh 19:30) dan kemudian beristirahat dalam kubur. Sebagai hari pertama penciptaan sebagaimana juga hari pertama misi Kristus yang baru, hal hal ini lebih menyiratkan bekerja daripada istirahat.
Kedua, sabda penting dari Tuhan yang telah Bangkit mengandung ajakan BUKAN untuk ‘datang dan merayakan kebangkitanKu’ tetapi malahan ‘pergi dan kabarkan ke sanak saudaraKu untuk datang ke Galilea’ (Matius 28:10; Mark 16:7); ‘Pergilah dan jadikanlah semua bangsa muridKu, baptiskan mereka… (Mat 28:19 ; Mark 16:15); ‘pergilah kepada sanak saudaraKu’ (Yoh 20:17); ‘gembalakanlah domba dombaKu’ (Yoh 21:17). Tidak satupun dari himbauan himbauan ini mengajak untuk merayakan kebangkitan dengan berbakti atau beristirahat pada hari Minggu.
Apakah kebangkitan Kristus telah dirayakan pada jaman Perjanjian Baru (PB), pada saat perayaan Paskah seperti yang banyak orang Kristen lakukan dewasa ini? Kelihatannya tidak mungkin. Paulus menghimbau orang Kristen di Korintus untuk ‘merayakan festival Paskah’ yang di dalamnya Kristus, domba Paskah kita, telah dikorbankan’ (1 Kor 5:7,8). Adalah pengorbanan Kristus yang secara eksplisit dikaitkan dengan Paskah, bukan kebangkitanNya. Arti yang sama dari Paskah terdapat dalam dokumen-dokumen di negara negara Barat dan Timur yang mempersoalkan perayaaan festival ini. Buku apokripa yang berjudul ‘Epistle of the Apostles’ (thn 150AD) menyebutkan ‘rayakanlah peringatan kematianku’, i.e. Paskah. Penderitaan dan kematian Yesus juga mengilhami tema tema yang berulang dari buku karangan Melito ‘Sermon on the Passover’ (khotbah Paskah) (thn 170 AD) dimana sebutan Paskah diterangkan dengan salah sebagai turunan dari kata kerja ‘untuk menderita’ – tou pathein. Iraneous (thn 175) menulis bahwa Musa telah mengetahui dan diberitahu…hari penyerahanNya… dari nama yang diberikan kepada Paskah’.
Dalam sebuah buku Romawi yang berjudul Passover Homily (thn 222) yang mungkin ditulis oleh Bishop Callistus, Paskah orang Kristen diartikan sebagai perayaan pengorbanan domba Paskah sejati :’Disini (Paskah orang Yahudi) seekor domba diambil dari kawanannya, disana (Paskah Kristen) seekor domba yang turun dari Sorga: disini adalah sebuah tanda darah…disana sebuah cawan yang terisi darah dan roh. ‘ Dalam analisa terhadap buku ini, Marcel Richard kaget karena tema kebangkitan lebih sedikit daripada bukunya Melito diatas. Kesan serupa oleh Clement of Alexandria (thn 220) dan Hippolytus (thn 236) memastikan bahwa tidak hanya di Asia tetapi juga di Roma dan Alexandria, Paskah sudah dirayakan selama abad kedua (pada hari Minggu atau bulan Nisan14) terutama sebagai peringatan untuk penderitaan dan pengorbanan Kristus.
Rujukan jelas yang pertama sekali tentang pemeliharaan hari Minggu oleh orang Kristen ditulis oleh Barnabas (thn 135) dan Justin Martyr (thn 150). Kedua duanya menyebutkan kebangkitan sebagai dasar pemeliharaan hari Minggu, tetapi hanya sebagai alasan kedua, penting tetapi bukan yang dominan. Rujukan rujukan ini dan diskusi diskusi lainnya bertentangan dengan pendapat yang mengatakan bahwa asal usul hari Minggu ‘adalah hanya bisa ditemukan pada fakta Kebangkitan Kristus di hari setelah hari Sabat’.
Gereja di Jerusalem dan Asal Usul hari Minggu
Apakah gereja Jerusalem merintis pemeliharaan hari Minggu menggantikan hari Sabat? Anggapan yang populer ini berdasar pada beberapa asumsi. Asumsi pertama, karena kebangkitan dan beberapa pemunculan Kristus terjadi pada hari Minggu di Jerusalem, kebaktian hari Minggu dimulai dari kota ini oleh perintah kerasulan untuk memperingati kejadian kejadian penting ini dengan hari khusus Kristen dan kebaktian. Asumsi kedua, karena perubahan hari kebaktian hanya dapat dilakukan oleh gereja yang mempunyai kekuasaan besar, gereja Jerusalem – gereja induk kekristenan – logikanya, adalah satu satunya tempat dimulainya kebiasaan ini. Lebih lanjut, tiadanya jejak jejak pertentangan mengenai hari Sabat dan Minggu diantara Paulus dan partai Judas dianggap sebagai indikasi bahwa kebaktian hari pertama mula mula sekali diresmikan oleh wewenang kerasulan di gereja Jerusalem dan akibatnya Paulus menerima hari baru untuk kebaktian ini sebagai kenyataan. Apakah asumsi asumsi ini sah dan didukung oleh catatan catatan sejarah mengenai gereja Jerusalem? Sebuah evaluasi yang objektif terhadap bukti bukti tertulis berikut ini akan memberi jawabnya.
Komposisi etnis dan orientasi teologis. Buku Kisah Para Rasul dan beberapa dokumen Judeo Kristen menunjukkan bahwa komposisi etnis dan orientasi teologis dari Gereja Jerusalem adalah sangat Yahudi. Dalam buku Kisah Para Rasul, Lukas sering melaporkan peristiwa pertobatan massal orang Yahudi: 2:41; 4:4; 5:14; 6:1, 7; 9:42; 12:24; 13:43; 14:1; 17:10; 21:20. Diantara orang orang Yahudi yang bertobat ini terdapat orang orang Yahudi yang tekun beragama (Kis 2:5,41), banyak imam imam (Kis 6:7) dan ribuan orang Yahudi yang taat pada hukum 10 (Kis 21:20).
Jacob Jervell menganalisa referensi ini yang menandai kesuksesan Lukas menginjili orang Yahudi. Ribuan orang Yahudi yang bertobat ini tidak pernah dianggap sebagai Israel baru tetapi sebagai bagian dari Israel lama yang diperbarui sesuai dengan janji Allah dalam perjanjian lama (Kis 15:16-18; 1:6; 3:11-26) Jervell mengatakan “ Karena orang Yahudi Kristen adalah Israel yang diperbarui, maka sunat dan hukum 10 menjadi identitas mereka yang menonjol”. Rekonstruksi Jervell terhadap kisah Lukas, dimana dikatakan bahwa orang Yahudi yang bertobat mewakili Israel yang diperbarui (Kis 15:16-18) melalui mana keselamatan diberikan kepada orang non Yahudi, agaknya terlalu bombastis, dan gagal untuk mempertimbangkan pengaruh dari pengajaran dan pelayanan Kristus. Kehadiran orang Kristen dalam sinagog (kaabah) pada hari Sabat juga didapati di tempat tempat di luar Jerusalem. Lukas melaporkan bahwa Paulus secara teratur bertemu dengan orang Yahudi dan Yunani di sinagog pada hari Sabat (Kis 18:4; 13:5, 14, 42, 44) dan menerangkan bahwa kehadiran itu adalah kebiasaan Paulus (Kis 17:2). Juga Apollo, pada saat tiba di Epesus, bertemu dengan umat percaya di sinagog (Kis 18:24-26).
Peranan Yakobus. Eratnya keterkaitan Gereja Jerusalem pada saat saat awal dengan tradisi keagamaan Yahudi dapat dilihat dari peranan Yakobus sebagai orang yang mempertahankan hukum (Kis 15:1, 24; Gal 2:12). Pilihan Yakobus kepada kepemimpinan Gereja Jerusalem jelas didukung oleh para imam dan orang Farisi yang sudah bertobat (Kis 6:7; 15:5) yang secara alami mendukung Yakobus karena ketaatannya yang legendaris terhadap hukum Musa.
Mengenai ketaatan ini dikonfirmasi oleh beberapa dokumen Judeo Kristen yang juga menekankan ‘faktor turunan’. Karena mempunyai hubungan kekerabatan dengan Kristus (Gal 1:19) Yakobus dapat mengklaim adanya hubungan darah dengan Kristus sehingga memenuhi peran sebagai ‘imam besar’ Kristen yang sah. Hal ini menjelaskan betapa ‘keimamatan’ Kristen baru dan kepemimpinan di Jerusalaem sangat berorientasi Yahudi. Tingkah laku dasar Yakobus dan kaumnya terhadap kewajiban hukum PL lebih relevan dengan usaha pencarian informasi kita mengenai kemungkinan asal usul pemeliharaan hari Minggu di Jerusalem.
Pada rapat orang Kristen pertama (thn 49 – 50) di Jerusalem, ada banyak perdebatan mengenai apakah orang Kristen non Yahudi boleh bebas dari kewajiban sunat (Kis 15:7). Petrus, Paulus, dan Barnabas (ayat 7 dan 12) memberikan pandangan mereka mengenai masalah ini, tetapi kesimpulan terakhir datang dari Yakobus, yang membebaskan orang Kristen non Yahudi dari kewajiban sunat tetapi menganjurkan supaya mereka ini menjauhkan diri dari polusi berhala-berhala dan darah. Pembebasan yang ditetapkan oleh Yakobus ini tidak mungkin terjadi untuk masalah yang lebih penting seperti pemeliharaan hari Sabat.
Perlu dicatat bahwa otoritas dekrit kerasulan cenderung selaras dengan nabi-nabi dan Musa (Kis 15:15-18, dan ayat 21). Beberapa pemikir berpendapat bahwa dekrit itu mewakili ‘apa yang Imamat 17-18 tuntut dari orang asing yang tinggal ditengah-tengah orang Israel’. Jadi, dekrit kerasulan bukan mewakili penyimpangan hukum untuk orang non Yahudi tetapi justru merupakan penerapan dengan dasar hukum Musa yang diwajibkan bagi orang asing/non Yahudi. Pernyataan Yakobus untuk mendukung usulannya juga penting diperhatikan: “karena sejak dahulu Musa mempunyai orang-orang disetiap kota untuk membaca hukum, setiap hari Sabat di sinagog” (Kis 15:21). Walaupun pernyataan Yakobus telah diterapkan kepada bangsa-bangsa yang berbeda (non Yahudi, Kristen, Yahudi Kristen, dan pihak Kristen Farisi), kebanyakan penafsir mengakui bahwa dalam usulan dan pernyataannya, Yakobus menegaskan kembali keterkaitan alamiah dari hukum Musa yang secara tradisi dikhotbahkan dan dibaca setiap hari Sabat di sinagog-sinagog.
Kunjungan terakhir Paulus ke Jerusalem. (Kis 21, thn 58-60) dan pernyataan Lukas bahwa Paulus ‘ingin segera berada di Jerusalem, jika mungkin, pada hari Pentakosta (Kis 20:16) dan bahwa mereka telah ikut hari ‘perayaan roti tidak beragi’ di Philippi (Kis 20:6) mengesankan bahwa jadwal liturgi Yahudi secara normatif diikuti oleh orang Kristen. Yang terjadi di Jerusalem sendiri sangat menjelaskan hal ini. Yakobus dan para penatua tidak hanya mengatakan kepada Paulus bahwa ribuan orang Yahudi yang bertobat adalah orang yang taat kepada hukum (Kis 21:20) tetapi juga mendesak Paulus untuk membuktikan bahwa dirinya juga memelihara hukum (Kis 21:24), dengan menjalani upacara penyucian di kaabah. Dalam konteks ketaatan yang sungguh kepada pemeliharaan hukum ini, sulit untuk meyakinkan diri kita sendiri bahwa Gereja Jerusalem telah melanggar salah satu keyakinan dasarnya – pemeliharaan hari Sabat – dan sebagai gantinya merintis pemeliharaan hari Minggu. Seperti yang dicatat dengan benar oleh M.M.B. Turner, “kepemimpinan Yakobus, yang keYahudiannya legendaris, dan oleh elemen elemen konservativ (imam imam dan Farisi), telah mempertahankan pemeliharaan hari Sabat di Jerusalem dan gereja gereja sekitarnya.”
Gereja Jerusalem setelah tahun 70.
Situasi sangat berubah setelah penghancuran kaabah oleh Romawi pada tahun 70. Sejarawan Eusebius (kira kira tahun 260 – 340) dan Epiphanius (kira kira tahun 315 – 403) menginformasikan bahwa sejak pengepungan Hadrian (thn 135) Gereja Jerusalem beranggotakan orang Yahudi yang telah bertobat, yang digambarkan sebagai orang yang ‘ingin mempertahankan penurutan kepada hukum’. Kenyataannya, sekte Kristen Yahudi Palestina Orthodox dari kaum Nazaret, yang umumnya diakui sebagai ‘turunan langsung dari komunitas asal’ Jerusalem, menurut Epiphanius, pada abad keempat, masih memelihara praktek praktek PL seperti ‘sunat, hari Sabat, dan lain lain’.
Jelaslah sudah implikasinya. Kebiasaan tradisi pemeliharaan hari Sabat dipertahankan oleh orang Kristen Palestina lama setelah penghancuran Kaabah. Kesimpulan ini sejalan dengan ‘kutuk orang Kristen’ (Birkath-ha-Minim), doa yang diperkenalkan oleh otoritas kerabian Palestina (kira kira thn 80-90) untuk membasmi partisipasi Kristen Yahudi dalam pelayanan sinagog Yahudi. Partisipasi orang Kristen Palestina dalam pelayanan di sinagog tidak cukup beralasan bila dianggap mereka memperkenalkan hari kebaktian baru. Data historis ini melemahkan semua teori yang mengatakan bahwa Jerusalem adalah perintis kebaktian hari Minggu. Dari semua gereja gereja Kristen, Gereja Jerusalem adalah yang paling dipengaruhi oleh tradisi keagamaan Yahudi.
Peraturan Hadrian.
Perubahan yang radikal terjadi dalam dunia Yahudi setelah tahun 135, dimana penguasa Romawi Hadrian menumpas pemberontakan Yahudi kedua yang gagal, yang dipimpin oleh Barkokeba (132-135). Jerusalem menjadi jajahan Romawi, tidak termasuk orang orang Yahudi dan Kristen Yahudi. Pada saat itu Hadrian melarang praktek agama Yahudi di seluruh kerajaan, terutama pemeliharaan hari Sabat. Kebijakan anti Yahudi yang represif ini menyebabkan pembuatan literatur ‘Kristen’ melawan Yahudi, Adversus Judaeos, yang menganjurkan pemisahan dari dan penghinaan terhadap orang Yahudi. Kebiasaan unik Yahudi seperti sunat dan pemeliharaan hari Sabat sangat dilarang. Mempertimbangkan hal seperti ini, wajar jika kita mengindikasikan bahwa pemeliharaan hari Minggu diperkenalkan pada saat ini dalam hubungannya dengan Paskah hari Minggu, sebagai usaha untuk menjelaskan kepada otoritas Roma perbedaan Kristen dan Judaisme. Kepada indikasi seperti inilah kita perlu memusatkan perhatian.

Roma dan Asal Usul Pemeliharaan Hari Minggu
Festival-festival keagamaan baru seperti pemeliharaan hari Minggu lebih mungkin diperkenalkan dan diikuti oleh sebuah gereja yang memutuskan hubungannya dengan Yudaisme pada saat awal. Gereja itu diakui secara luas. Seperti yang sudah kita lihat, hal ini tidak termasuk Gereja Jerusalem sebelum tahun 135, karena setelah waktu ini gereja Jerusalem kehilangan kebanggaan keagamaannya dan nyaris tidak berarti apa apa lagi, sehingga sulit dikatakan gereja Jerusalem ini telah merintis perubahan yang tersebut diatas. Kelihatannya, lebih mungkin gereja itu merujuk kepada gereja yang berada di ibukota Roma, karena kondisi sosial, keagamaan, dan politik yang ada disekitar gereja Roma yang mengizinkan dan mendorong ditinggalkannya hari Sabat dan sebagai gantinya mengikuti kebaktian hari Minggu.

Karakteristik Gereja Roma. Berbeda dengan gereja gereja timur pada umumnya, anggota anggota gereja Roma didominasi oleh orang-orang non Yahudi yang telah bertobat. Dalam suratnya kepada gereja Roma, Paulus dengan jelas mengatakan: “Saya berbicara kepadamu, hai orang orang non Yahudi ,” (Roma 11:13). Sehingga pada jaman itu di Roma, seperti yang dinyatakan oleh Leonard Goppelt, “perbedaan antara gereja dan sinagog ditemukan dimana-mana, sesuatu yang tidak ada pada gereja gereja timur.”
Anggota anggota non Yahudi mayoritas inilah yang mendukung pembedaan dengan orang Yahudi di Roma. Contohnya pada tahun 64 Kaisar Nero dengan jelas membedakan orang Yahudi dengan orang Kristen ketika dia menuduh orang Yahudi bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi pada saat itu. Kenyataan bahwa proses pembedaan Kristen dengan Yahudi terjadi di Roma lebih awal daripada di Palestina menyiratkan kemungkinan bahwa hari kebaktian baru mungkin saja diperkenalkan pertama kali di Roma sebagai bagian dari proses pembedaan dengan Yudaisme. Untuk mengerti sebab sebab yang mungkin dari proses pembedaan ini, perlu untuk mengetahui dengan singkat hubungan antara kerajaan Roma dan orang Yahudi pada saat itu.
Dimulai dengan pemberontakan pertama Yahudi melawan Roma (thn 66 sampai 70), berbagai cara digunakan untuk menekan orang Yahudi: militer, politik, dan pajak. Pemberontakan orang Yahudi meletus diberbagai daerah: Mesopotamia, Cyrenaica, Palestina, Mesir dan Siprus. Selama perang besar Yahudi (thn 70 dan 135) lebih dari sejuta orang Yahudi dibantai dalam perang di Palestina saja.. Secara politik, Vespasian (69-79) membubarkan majelis Sanhedrin dan lembaga imam besar. Berikutnya Hadrian (sekitar thn 135) melarang praktek praktek Yudaisme, terutama pemeliharaan hari Sabat. Secara pajak, orang Yahudi dikenakan pajak yang diskriminatif (fiscus judaicus) yang disahkan oleh Vespasian dan dinaikkan pertama kali oleh Domitian (81-96) dan kemudian oleh Hadrian (117-138).
Indikasi dari berbagai tekanan intensif yang terjadi di Roma adalah ditemukannya tulisan tulisan yang menghina Yahudi oleh penulis penulis seperti Seneca, Persius (34-62) Petronius (sekitar thn 66), Quintillian (35-100), Martial (40-104), Plutarch (46-119), Juvenal (sekitar 125) dan Tacitus (sekitar 55-120). Para penulis ini tinggal di Roma selama umur produktif mereka. Penulis-penulis ini menyiksa orang-orang Yahudi, secara rasial dan budaya, melawan pemeliharaan hari Sabat dan sunat, sebagai contoh dari kebiasaan Yahudi yang mereka katakan ‘tidak jelas gunanya’. Ketidaksenangan orang Roma terhadap orang Yahudi memaksa Titus untuk menyuruh Jewess Berenice, saudara perempuan raja Herodes, untuk meninggalkan Roma. Padahal Titus berencana akan menikahi wanita itu. Masalah Yahudi, seperti yang sudah kita lihat, menjadi lebih parah pada jaman Hadrian karena penindasan yang radikal terhadap agama Yahudi. Keadaan keadaan ini, juga dengan adanya konflik antara Yahudi dan orang Kristen, mendorong timbulnya literatur/ buku buku anti Yahudi yang mengembangkan sebuah ‘teologi’ Kristen yang terpisah dari dan merendahkan Yahudi. Contoh yang jelas dari keadaan ini adalah penggantian festival festival unik Yahudi seperti Passover dan hari Sabat dengan Paskah hari Minggu dan pemeliharaan hari Minggu.
Roma dan hari Sabat. Pusat dari berkembangnya keadaan ini kelihatannya adalah Gereja Roma dimana cara cara teologis, sosial, dan liturgis telah dilakukan untuk mengajak orang orang Kristen meninggalkan kebaktian hari Sabat dan mendorong kebaktian hari Minggu. Secara teologis, hari Sabat telah diturunkan derajatnya dari ketentuan yang berlaku universal kepada ketentuan buatan manusia yang sementara. Secara sosial, hari Sabat telah dirubah dari hari tradisi untuk berpesta dan bergembira (feasting and gladness) kepada hari untuk berpuasa dan gelap (fasting and gloom). Peranan Gereja Roma dalam mempromosikan dan merintis puasa hari Sabat jelas dicatat dalam rujukan sejarah dari Bishop Callistus (217-222), Hippolytus (170-236), Bishop Sylvester (314-335). Paus Innocent I (401-417), Augustine (354-430) dan John Cassian (360-435).
Puasa hari Sabat tidak hanya untuk melambangkan kesedihan untuk kematian Kristus, tetapi, seperti dinyatakan dengan empati oleh Bishop Sylvester, untuk menunjukkan penghinaan kepada orang Yahudi – exsecratione Judaeorum. Kesedihan dan rasa lapar sebagai akibat dari berpuasa akan menyebabkan orang orang Kristen untuk menghindar dari pemeliharaan hari Sabat bersama dengan orang Yahudi, dan mendorong mereka dengan penuh keinginan dan kegembiraan memelihara hari Minggu. Secara liturgis, hari Sabat dibuat sebagai hari non keagamaan karena tidak ada upacara yang boleh dijalankan selama hari Sabat, karena upacara upacara ini dianggap membatalkan puasa.
Kemungkinan besar hari Sabat mingguan berkembang dengan pesat sebagai perluasan atau pasangan dari Sabat suci tahunan pada musim Paskah pada saat orang Kristen berpuasa. Kedua hal ini dirancang bukan hanya untuk mengekspresikan kesedihan karena kematian Kristus tetapi juga penghinaan untuk orang Yahudi. Lagipula, karena puasa mingguan dan tahunan Sabat sebagaimana hari Minggu mingguan dan Paskah hari Minggu sering ditunjukkan oleh para bapa sebagai hal yang saling berhubungan dalam arti dan fungsinya, sangatlah mungkin bahwa praktek praktek ini berasal bersama sama sebagai bagian dari perayaan paskah hari Minggu. Karena itu adalah penting untuk memastikan waktu, tempat, dan penyebab penyebab dari asal usul paskah hari Minggu, karena hal ini dapat menuntun kepada asal usul pemeliharaan hari Minggu.
Roma dan Paskah hari Minggu. Langkanya dokumen yang tersedia dan sifat yang kontroversial dari masalah ini menyulitkan untuk menentukan dengan pasti dimana, kapan, dan oleh siapa paskah hari minggu pertama kali dilakukan. Sejarawan Eusebius (260-340) menyediakan informasi tentang kontroversi yang meledak pada abad kedua diantara gereja Roma, yang meresmikan tanggal paskah hari Minggu, dan orang orang Kristen Asia yang mempertahankan perayaaan Passover pada bulan Nisan 14 (dikenal sebagai tradisi Quartodeciman). Sebagai pendukung kuat dari perayaan paskah hari Minggu yang diresmikan oleh Konsili Nicaea (325) Eusebius tidak segan segan memberi hari ini suatu asal usul kerasulan. Kenyataannya, dalam laporannya, Eusebius dengan jelas memastikan bahwa paskah hari Minggu “berasal dari tradisi kerasulan dari dahulu hingga kini”. Juga dalam kesimpulannya, Eusebius menyebutkan bahwa synode Palestina (yang diadakan sekitar tahun 198 atas permintaan Bishop Victor dari Roma) memandang paskah hari Minggu sebagai ‘telah turun dari para rasul’.
Dengan informasi informasi seperti diatas, Eusebius telah sungguh berhasil mengacaukan beberapa ahli yang tidak sengaja menerima asal usul kerasulan paskah hari Minggu. Tetapi kalau kita membaca karya Eusebius dengan hati-hati, pasti kita dapat melihat bias dari pernyataan-pernyataannya yang tidak tepat. Seperti yang dicatat oleh Marcel Richard, “sejak awal bukunya , kita mengamati bahwa Eusebius mengartikan Paskah Quartodeciman sebagai ‘tradisi lama’ sementara dia mengatakan paskah hari Minggu berasal dari ‘tradisi kerasulan’ dan disebut dengan jelas sebagai ‘hari kebangkitan Tuhan’, kentara sekali pembelaan Eusebius”. Referensi referensi yang tersedia paling awal mengenai paskah hari Minggu dan tradisi Quartodeciman menyebutkan dasar Passover sebagai perayaan kesedihan Kristus, dan bukan KebangkitanNya. Tertullian (160-225) sebagai contoh, merujuk kepada “passover Tuhan, yaitu kesedihan Kristus”. Fakta ini juga didukung oleh usaha Origen untuk menyangkal interpretasi Passover sebagai ‘kesedihan’ dengan menunjuk arti etimologis dari kata bahasa Ibrani pesah, yang berarti ‘untuk melewati / pass over’.
Kesalahan Eusebius lebih nampak pada saat dia menjelaskan asal usul Passover Quartodeciman. Dalam memperkenalkan dua surat penting dari Polycarp dan Irenaeus, Eusebius selalu menyebutkan tradisi Quartodeciman sebagai ‘kebiasaan lama’ dan ‘kebiasaan kuno’ bukan sebagai ‘tradisi kerasulan’. Eusebius menyediakan tradisi kerasulan ini khusus untuk Paskah Hari Minggu. Padahal, dokumen yang dikutip dua kali oleh Eusebius dengan jelas menyebutkan asal usul tradisi kerasulan untuk Passover Quartodeciman, dan tidak menyebutkan apa apa tentang adanya asal usul kerasulan untuk Paskah hari Minggu.
Dalam kepentingan Eusebius untuk mempertahankan asal usul kerasulan bagi Paskah hari Minggu, Eusebius sebetulnya mempunyai kesempatan untuk menjelaskan bukti bukti tertulis, bila memang ada (tetapi kelihatannya tidak ada dokumen yang dapat dijadikan dasar). Sebagian dari surat Iraneous yang dikutip oleh Eusebius malah lebih menyiratkan bahwa Paskah hari Minggu ada sejak awal abad kedua. Hal ini kelihatan dari himbauan Irenaeus kepada bishop Victor dari Roma (sekitar thn 189-199) untuk mencontoh pendahulunya, yaitu Anicetus dan Pius dan Hyginus dan Telephorus dan Sixtus, yang merayakan Paskah pada hari Minggu, tetapi tidak pernah ribut dengan orang yang merayakan Paskah pada bulan Nisan 14.
Sinyalemen Irenaeus tentang bishop Sixtus (116-126) yang pertama kali tidak memelihara Paskah Quartodeciman menyediakan satu kemungkinan bahwa Paskah hari Minggu mulai dipelihara di Roma pada hari Minggu sejak jaman itu.
Kesimpulan ini telah diambil oleh beberapa cendekiawan. Henri Leclerg, contohnya, dengan dasar pesan Irenaeus, menempatkan asal usul Paskah hari Minggu pada awal abad kedua, dibawah masa bishop Sixtus I di Roma, sekitar tahun 120. Karl Baus menulis hal yang sama: “Tidaklah mungkin lagi untuk menentukan kapan dan oleh siapa Paskah hari Minggu ini diperkenalkan di Roma, tetapi pasti hal ini ditetapkan di Roma pada awal abad kedua, karena Irenaeus dengan jelas berasumsi bahwa hari ini telah ada pada jaman Bishop Roma Xystus”. J.
Jeremiah juga mengungkapkan “Irenaeus melacak kembali Paskah hari Minggu Roma ini kepada Xystus, walaupun Irenaeus tidak menyebutkan waktu yang tepat. Hipotesa yang menyatakan asal usul Roma untuk Paskah hari Minggu pada jaman Xystus secara tidak langsung didukung oleh pernyataan Epiphanius bahwa kontroversi mengenai Paskah timbul setelah eksodus bishop yang pro kepada ajaran sunat dari Jerusalem. Eksodus ini diperintahkan oleh Kaisar Hadrian pada tahun 135 setelah menumpas pemberontakan Yahudi yang kedua. Kaisar ini, seperti telah dicatat di depan, menganut kebijakan garis keras terhadap kebiasaan dan upacara upacara Yahudi. Untuk mencegah tekanan dari pemerintah bishop Sixtus boleh jadi telah mengganti festival festival khas Yahudi seperti hari Sabat mingguan dan Paskah tahunan, dengan hari Minggu dan Paskah hari Minggu.
Penerapan Paskah hari Minggu beberapa tahun kemudian di Jerusalem oleh bishop bishop Yunani yang baru yang menggantikan pemimpin kristen Yahudi pasti ditolak oleh orang orang yang tidak siap menerima perubahan itu. Sementara asal usul yang pasti dari Paskah hari Minggu masih saja menjadi perdebatan, kelihatannya ada konsensus yang luas dari pendapat para cendekiawan untuk menganggap Roma sebagai ‘tempat kelahiran’ hari ini. Beberapa cendekiawan, kenyataannya, menamai Paskah hari Minggu itu sebagai Paskah Roma. Hal ini menyiratkan bahwa bukan hanya gereja Roma yang menekankan kebiasaan baru ini tetapi juga sumber sumber sejarah yang ada di kemudian hari. Dua dokumen yang saling berhubungan, yaitu surat konsili dari Kounsel Nicaea (325) dan surat pribadi Constantine kepada semua bishop, gereja Roma disebutkan sebagai contoh pertama untuk Paskah hari Minggu, hal ini pasti karena posisi historis dan peranan gereja ini dalam mendukung pemeliharaan Paskah hari Minggu.
Penyebarluasan Paskah Hari Minggu
Apa yang menyebabkan banyak orang Kristen beralih dari Paskah Quartodeciman kepada Paskah hari Minggu? Apakah karena ada sebab khusus, seperti pada kasus ditinggalkannya pemeliharaan hari Sabat untuk memisahkan diri dari orang Yahudi dan kebiasaan kebiasaan keagamaannya? Banyak cendekiawan mengakui anti Yudaisme sebagai faktor yang penting. J. Jeremias, sebagai contoh, melihat “kecenderungan untuk memisahkan diri dari Yudaisme” sebagai alasan utama yang menyebabkan Roma dan gereja gereja lain mengganti tanggal Paskah dari tanggal Paskah Yahudi (quartodeciman) ke hari Minggu berikutnya. Juga J.B. Lightfoot yang berpendapat bahwa Roma dan Alexandria bahkan memelihara Paskah hari Minggu supaya tidak kelihatan seperti orang Yahudi.
Kenneth A. Strand menolak penjelasan ini dengan berpendapat bahwa “sentimen anti Yahudi sudah jelas untuk periode awal abad kedua yang menunjuk kepada hari Sabat mingguan dan hari Minggu, tetapi dalam hal Paskah Quartodeciman dan Paskah hari Minggu…sesungguhnya, dinyatakan dalam surat Irenaeus bahwa bishop bishop Roma, dari Sixtus sampai kepada Anicetus mempunyai hubungan yang dekat dengan Quartodeciman”
Argumen Strand ini gagal melihat fakta yang penting. Pertama, hubungan yang dekat diantara Quartodeciman dengan pemelihara Paskah hari Minggu tidak meniadakan keberadaan sentimen anti Yahudi. Justin Martyr, sebagai contoh, berbicara tentang orang Kristen pemelihara hari Sabat yang tidak memaksa orang lain untuk memelihara hari Sabat, dengan jelas menyatakan “Saya pikir kita harus bergabung dengan mereka (para pemelihara Sabat itu) dan bersama sama seperti orang yang bersaudara” Tetapi kita mencatat pada awalnya bahwa Justin melihat hari Sabat sebagai merek dagang dari imoralitas Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa “hubungan yang baik” dan “perasaan anti Yahudi” tidak selalu berdiri sendiri. Kedua, pernyataan Strand bahwa “perasaan anti Yahudi” ada dalam kontroversi Sabbath/Minggu tetapi tidak ada dalam kontroversi Paskah Quartodeciman dan Paskah hari Minggu, tidaklah akurat. Ayat pertama dari lagu “Paschal Homily” yang ditulis oleh Melito dari Sardis sekitar tahun 170, mengartikan Passover dalam terang “pembunuhan besar” Kristus oleh orang Yahudi:
Kamu membunuh orang ini pada saat pesta besar Allah telah dibunuh Raja orang Israel telah dihancurkan, oleh tangan kanan Israel Pembunuhan yang sangat menakutkan, sangat tidak adil!
A.T. Kraabel dengan tepat menyatakan keterkejutannya dan mengatakan bahwa kalau saja para pengajar ini telah membaca dokumen Quartodeciman ini, maka mereka tidak akan mengaitkan hal ini dengan serangan yang panjang dan pahit terhadap Israel. Perasaan anti Yahudi yang sama terdapat dalam Pengajaran dua belas rasul yang populer (awal paruh pertama abad ke tiga) dimana orang Kristen diajak untuk berpuasa pada hari Jumat Paskah dan hari Sabat, untuk “ ketidakpatuhan saudara saudara kita (orang Yahudi)” karena saudara saudara ini telah membunuh diri mereka sendiri dengan menyalibkan Juruselamat kita.
Dokumen ini dan dokumen dokumen lain dengan jelas menunjukkan bahwa sentimen anti Yahudi ada dalam pemeliharaan Quartodeciman dan juga Paskah hari Minggu. Kenyataannya, tidak ada perbedaan teologis yang penting yang dapat dideteksi diantara dua tradisi ini. Dalam kedua tradisi ini, perayaannya terdiri dari pesta yang diikuti dengan perayaan menghormati pengorbanan Kristus. Letak kontroversinya bukan pada arti teologis dari Paskah tetapi pada panjangnya pesta dan tanggal penghormatan.
Dalam dua tradisi ini sentimen anti Yahudi ada dan kenyataan ini membantu menjelaskan adanya hubungan yang baik diantara praktek yang berbeda. Jelaslah bahwa orang Kristen yang memelihara Paskah pada hari Minggu yang terjadi setelah Paskah Yahudi dapat membedakan dirinya lebih jelas dengan orang Yahudi dari pada orang Kristen yang memelihara Quartodeciman pada tanggal yang sama dengan Yahudi. Faktor ini, yang sekarang dapat kita lihat, menyumbang banyak pada tersebar luasnya praktek Paskah hari Minggu. Perkembangan yang dapat diperkirakan yang terjadi pada paruh kedua abad yang kedua mengakhiri hubungan yang baik diantara dua tradisi ini.
Orang yang memelihara Quartodeciman dengan mempertahankan tanggal Yahudi dengan mudah akan menerima cara Yahudi dalam memelihara Paskah. Hal inilah yang terjadi pada tahun seratus enam puluhan, ketika beberapa pemelihara Quartodeciman, seperti dilaporkan oleh Apollinaris, bishop dari Hierapolis (sekitar thn 170) “tidak peduli menciptakan perlawanan…” mengklaim bahwa Tuhan memakan domba paskah bersama murid2Nya pada tanggal Nisan 14 dan Dia menderita pada hari raya roti tidak beragi (nisan 15)”. Para pemelihara Quartodeciman yang radikal ini menyatakan bahwa orang Kristen harus merayakan Paskah perjanjian lama pada saat yang sama dan dengan cara yang sama dengan orang Yahudi, makan domba paskah dalam pesta yang khidmat pada tanggal Nisan 14. Pemelihara Quartodeciman lainnya, malahan, menyatakan bahwa orang Kristen harus merayakan kematian Kristus bukannya pesta paskah Yahudi.
Pertentangan yang terjadi meluas diluar benua Asia dan bertambah lama. Pada awal abad ketiga, tulisan tulisan Clement di Alexandria dan Hippolytus di Roma menentang penganut Quartodeciman yang radikal ini yang didukung oleh komunitas mereka. Di Roma, masalahnya semakin menjadi-jadi ketika Blastus, seorang pemimpin gereja, pada tahun 180 menjadi pemimpin dari sebuah gereja yang mandiri. Tertullian melaporkan bahwa Blastus ingin menerapkan Yudaisme secara sembunyi, dengan mengatakan bahwa hari Paskah hanya boleh dirayakan pada tanggal 14 sesuai dengan hukum Musa.
Seorang bishop Roma bernama Victor ( 189-198) menyadari bahwa satu satunya cara menumpas kaum Yahudi Quartodeciman di Roma ini adalah dengan menyerang langsung semua tradisi Quartodeciman, yang berakar kuat diantara gereja gereja di Asia. Victor melaksanakan caranya dengan memerintahkan bishop bishop di Asia, juga di sejumlah propinsi propinsi lain untuk menyeragamkan pelaksanaan Paskah hari Minggu di daerah bishop masing masing, yang disebut sebagai sinode. Perintah Victor ini dipatuhi dan sejumlah sinode dilaksanakan yang hampir semuanya mendukung Paskah Romawi.
Selain perintah Victor ini, paling sedikit ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya penerimaan yang luas terhadap Paskah Romawi pada saat ini.
Pertama, ada kelompok Quartodeciman radikal yang memaksa untuk memperingati Paskah, bukan hanya pada tanggal Yahudi tetapi juga sesuai dengan cara cara Yahudi, seperti memakan domba Paskah. Kelompok ini kelihatannya menyebabkan pertentangan yang besar di gereja gereja di Asia, Alexandria, dan di Roma sendiri. Perubahan perayaan Paskah dari tanggal Nisan 14 (yang merupakan tanggal Yahudi) ke hari Minggu berikutnya dipandang oleh banyak bishop sebagai cara efektif untuk menahan kecenderungan kebiasaan Yahudi dalam gereja gereja mereka.
Kedua, nilai teologis yang sedang trend pada saat itu mengenai kebangkitan Yesus, sangat mungkin didorong oleh praktek Paskah hari Minggu, karena praktek ini memungkinkan seseorang untuk merayakan kematian Yesus dan kebangkitanNya sekaligus pada hari dimana kedua peristiwa itu terjadi.
Ketiga, perpecahan yang meluas diantara gereja dan sinagog – yang terbukti dari banyaknya buku buku yang bertema melawan Yahudi yang dibuat pada saat itu – mendorong banyak orang Kristen untuk memisahkan diri mereka dari orang Yahudi dan festival festival tradisional Yahudi seperti hari Sabat dan Paskah.
Mengenai hari Sabat, kami telah kemukakan pada bagian terdahulu adanya taktik taktik yang dilaksanakan oleh gereja Roma untuk menjauhkan orang Kristen dari pemeliharaan hari Sabat dan menggantikannya dengan pemeliharaan hari Minggu. Mengenai Paskah, gereja Roma menerapkan perhitungan kalender independen yang didesain untuk meyakinkan bahwa hari bulan penuh selalu jatuh setelah equinox musim semi (sebuah peristiwa yang tidak dianggap oleh orang Yahudi) dan menjamin bahwa Paskah hari Minggu tidak akan pernah dirayakan pada saat yang sama dengan Paskah Yahudi.
Motif anti Yahudi dari perhitungan yang baru itu jelas kelihatan dalam disertasi Perhitungan Paskah, yang diarahkan kepada Cyprian dan dibuat pada tahun 243, yang dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan yang terdapat pada tablet Easter Roma yang dibuat oleh Hippolytus (+/- 222). Pada bagian pendahuluannya, penulisnya menyatakan “Kami ingin menunjukkan kepada mereka yang mengasihi dan menginginkan studi mengenai kekekalan bahwa orang Kristen tidak perlu menjauh dari jalan kebenaran atau berjalan dalam kebutaan dan kebodohan yang orang Yahudi pikir mereka tahu pada hari apakah Paskah itu”.
Motif anti Yahudi yang sama dalam penolakan Paskah Quartodeciman jelas nampak hampir seabad kemudian dalam surat Nicene yang dibuat oleh Constantine, yang menghimbau orang Kristen untuk secara penuh mengadopsi praktek Paskah hari Minggu yang diterapkan oleh gereja Roma, supaya “tidak mempunyai kesamaan dengan kumpulan Yahudi yang dibenci… semua orang harus bersatu … menghindar dari berpartisipasi dalam kelakuan orang Yahudi”. Penjelasan yang singkat ini diharapkan dapat cukup menunjukkan bahwa sentimen anti Yahudi sesungguhnya ada dalam interpretasi teologis mengenai Quartodeciman dan Paskah hari Minggu, dan bahwa sentimen ini besar peranannya pada penerapan Paskah hari Minggu secara luas. Kedekatan Paskah hari Minggu dan pemeliharaan hari Minggu menyiratkan adanya motif anti Yahudi yang sama yang berperan pada kepopuleran pemeliharaan hari Minggu sebagai ganti pemeliharaan hari Sabat. Kami telah menemukan pendukung untuk kesimpulan ini dalam kesamaan motif dan cara yang dilakukan oleh gereja Roma untuk mendukung pemeliharaan hari Minggu dan Paskah hari Minggu, sebagai ganti dari apa yang dipandang sebagai hari Sabat dan Paskahnya “Yahudi”.
Dominasi Gereja Roma. Apakah gereja Roma, pada abad kedua, menikmati kekuasaan yang cukup untuk memperkenalkan dan mendukung pemeliharaan hari hari raya baru seperti hari Minggu dan Paskah hari Minggu, diantara gereja gereja Kristen? Dokumen dokumen yang tersedia dengan mantap menunjukkan adanya kekuasaan yang besar dan pengaruh yang besar dari gereja Roma pada saat itu. Beberapa contoh akan dikutip sebagai illustrasi. Ignatius, menulis dalam pendahuluan untuk Surat kepada orang Roma, memberi selamat kepada gereja Roma dengan kata kata penghormatan yang jauh lebih tinggi dari kata katanya pada surat ke gereja gereja lain. Gereja Roma, seperti ditulis oleh Ignatius, “bertahta pada tempat terhormat dalam daerah kekuasaan Roma; sebuah gereja milik Allah, yang memiliki kehormatan, memiliki penyucian, dan bertahta dalam kasih, memiliki kasih Yesus, dan membawa nama Bapa”. Ungkapan “bertahta dalam kasih” telah menjadi bahan diskusi para terpelajar. Istilah “kasih” - agape – berulang ulang digunakan oleh Ignatius sebagai personifikasi kumpulan orang Kristen dimana kasih seperti itu diwujudkan.
Untuk orang Trallians, contohnya, Ignatius menulis “Kasih orang Smirna dan Epesus mengirim kepadamu ucapan selamat” . Hal ini adalah tanda bahwa Ignatius melekatkan gereja Roma pada Tahta Kasih (bukan hukum), yaitu, perhatian yang utama untuk kesejahteraan gereja gereja lain. Sayang sekali bahwa yang pada mulanya adalah bertahta dalam kasih lambat laun menjadi dominasi hukum, yang berdasarkan pada tuntutan juridis. Bahwa Ignatius mengetahui kebertahtaan Roma pada kasih ditandai oleh himbauannya kepada gereja yang sama untuk gereja gereja yang tersebar di tempat lain: “Ingatlah dalam doa doamu gereja Syria, yang telah memiliki seorang Pendeta menggantikan saya. Yesus Kristus sendiri yang akan mengawasi gereja ini, bersama sama dengan kasih mu” (9:1).
Apakah wajar bila Ignatius mempercayakan pengawasan dan pendampingan gereja Antiokia kepada gereja Roma yang berada jauh secara fisik dan mungkin anggota anggotanya tidak saling mengenal? Mungkin lebih baik Ignatius mempercayakan tugas pendampingan ini kepada salah satu gereja di Asia, yang lebih dekat lokasinya dengan Antiokia. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Ignatius melekatkan gereja Roma sebagai memiliki fungsi penting untuk kepemimpinan pastoral. Irenaeus, bishop dari Lyons, dalam bukunya Melawan Penyimpangan (ditulis sekitar thn 175 – 189) menghimbau orang orang yang menyimpang untuk memperhatikan tradisi kerasulan yang dijaga khusus oleh gereja Roma. Dia menyebut gereja Roma sebagai ‘gereja yang terbesar, tertua, dan dikenal secara luas sebagai gereja yang didirikan dan diorganisir oleh dua rasul yang paling terkenal, yaitu Petrus dan Paulus…sehingga semua gereja harus sejalan dengan gereja ini, karena kuasanya yang hebat, dan terpercaya dimana saja, seperti halnya dengan tradisi kerasulan yang dijaga terus menerus oleh orang orang di seluruh dunia”. Tulisan Irenaeus ini banyak mengandung kesalahan fatal. Jelas bahwa gereja Roma bukanlah gereja tertua karena didirikan setelah gereja di Jerusalem. Juga, bukanlah Paulus yang mendirikan gereja Roma. Dalam suratnya kepada orang Roma, Paulus jelas menyebutkan bahwa dia bukanlah pendiri gereja ini (Roma 15:20-24). Oleh karena itu, pengakuan ini membuktikan adanya sebuah metode untuk mensahkan pendapat yang dipaksakan bahwa gereja Roma adalah gereja yang tertua.
Satu contoh lain tentang otoritas gereja Roma adalah peraturan yang dibuat oleh bishop Victor untuk memaksakan pemeliharaan Paskah hari Minggu. Bishop ini, seperti sudah dicatat terdahulu, meminta kerja sama dari semua konsili di banyak propinsi untuk melaksanakan pemeliharaan Paskah hari Minggu (sekitar tahun 196). Patut dicatat bahwa bahkan bishop bishop yang membenci Roma patuh kepada permintaan Victor ini. Misalnya, Polycrates, bishop Epesus, yang berbicara atas nama himpunan bishop dalam masalah permintaan Victor.
Apakah kepatuhan ini hanya karena sekedar menyenangkan Victor, seperti diargumentasikan oleh Kenneth Strand? Nada bicara Polycrates yang menolak, lebih menyiratkan adanya tekanan yang dibuat oleh Victor kepada para bishop untuk melaksanakan kebiasaan Roma. Hal ini juga didukung oleh tindakan Victor yang drastis ketika dia diberitahukan tentang penolakan bishop bishop di Asia terhadap Paskah hari Minggu: Dia (Victor) menulis surat dan mengumumkan bahwa semua bishop bishop tersebut akan dikucilkan. Jean Colson dengan tepat menulis: “perhatikanlah kekuatan universal dari pengucilan yang dilancarkan oleh bishop Roma ini. Pengucilan ini juga berarti pengucilan dari seluruh gereja di dunia”.
Pentingnya kebijakan Victor ini dengan gamblang dianalisa oleh George La Piana dalam essaynya yang begitu menerobos yang diterbitkan pada Harvard Theological Review. La Piana menerangkan bahwa “Ketika Victor ingin melarang sebuah tradisi yang merujuk kepada kebiasaan kerasulan, yang menjadi penghalang untuk persatuan komunitasnya dan kejayaan kepausan, Victor memasukkan sebuah doktrin yang mengatakan bahwa tradisi tidak perlu menjadi penghalang kemajuan sebuah institusi yang hidup…ini adalah sebuah awal dari proses sejarah yang memimpin gereja Roma untuk mengidentifikasi tradisi Kristen dengan doktrin dan organisasi dirinya sendiri.”
Pentingnya peraturan disiplin yang dibuat oleh gereja Roma untuk memaksakan praktek prakteknya terhadap orang Kristen di seluruh dunia diperhatikan oleh hanya sedikit pihak. Seperti yang diterangkan oleh La Piana, peraturan peraturan ini menyumbang pada pertambahan dan terkonsolidasinya kekuatan gereja Roma lebih dari “debat teologis dan spekulasi filosofis”. Selanjutnya La Piana menyimpulkan bahwa “adalah dibawah pengendalian Victor sehingga proses ekspansi pengaruh Roma mulai mengambil bentuknya yang jelas dan juga mulai bangkitnya sebuah tradisi yang akan memainkan peranan penting dalam sejarah Kekristenan”. Bukti bukti sejarah yang diambil secara sampling diatas adalah indikasi bahwa pada abad kedua gereja Roma telah menikmati kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi sebagian besar Kekristenan untuk menerima kebiasaan kebiasaan baru seperti Paskah hari Minggu dan hari Minggu mingguan. Alasan dibalik penerimaan hari hari perayaan baru ini adalah, di satu pihak, kebijakan anti Yahudi yang dijalankan secara politis, sosial, budaya, dan militer yang mempercepat kalangan Kristen untuk memutuskan hubungan dengan Yahudi, dan di lain pihak, konflik yang sudah ada diantara orang Yahudi dan orang Kristen.
Gereja Roma, yang para anggotanya sudah lebih dahulu memutuskan hubungan dengan orang Yahudi dibanding anggota gereja di bagian timur, dan yang gerejanya memiliki kekuasaan yang diketahui luas, memainkan peran yang penting dalam memperkenalkan pemeliharaan hari Minggu dan Paskah hari Minggu. Hari hari raya ini kelihatannya pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke dua, pada saat peraturan anti Yahudi yang keras dari Hadrian (sekitar thn 135) menyebabkan orang orang Kristen membedakan diri mereka dari orang Yahudi dengan meninggalkan perayaan perayaan khas Yahudi seperti Paskah dan hari Sabat. Untuk menjauhkan orang Kristen dari pemeliharaan hari Sabat kami menemukan bahwa gereja Roma menggunakan cara cara teologis dan praktis. Hari Sabat diartikan kembali sebagai institusi mosaic (kuno) yang diwajibkan bagi orang Yahudi sebagai tandai kemurtadan mereka, dan orang Kristen dianjurkan berpuasa dan menghindar dari perkumpulan keagamaan pada hari Sabat untuk menunjukkan jarak mereka dengan orang Yahudi.
Kebaktian Menyembah Matahari dan Asal usul Pemeliharaan hari Minggu.
Kondisi kondisi sosial, politik, dan keagamaan yang telah dibahas diatas menerangkan mengapa sebuah hari kebaktian baru telah menggantikan hari Sabat, tetapi pembahasan itu tidak menerangkan mengapa hari Minggu telah dipilih, bukannya hari lain, misalnya hari Jumat, dimana Yesus disalibkan. Pembauran antara pemujaan hari Minggu dan perubahan yang terjadi pada Hari Matahari, dari hari yang menempati posisi ke dua meningkat ke posisi pertama akan menyediakan jawaban yang memuaskan.
Penyebaran Pemujaan Matahari.
Penyelidikan penyelidikan yang baru baru ini dilakukan telah menemukan bahwa “dari awal abad ke dua penyembahan matahari telah dominan di Roma dan bagian bagian lain dari kekaisaran Roma”. Sampai pada akhir abad ke satu, orang orang Roma menyembah matahari – Sol Indiges – nama yang tertera pada beberapa karangan Roma kuno. Tetapi pada abad kedua para penyembah matahari dari timur “Sol invictus – matahari yang tak kelihatan” masuk ke Roma dalam dua mode : pertama, secara individu melalui Sol Invictus Mithra dan secara umum melalui Sol Invictus Elagabal.
Tertullian melaporkan bahwa pada jamannya (150-230) Circus Maximus di Roma difocuskan pada Matahari, yang kuilnya berada di tengah tengah kota, dan yang simbolnya ditempatkan pada puncak kuil, karena orang orang itu berpikir bahwa penyembahan harus dilakukan bukan dibawah atap, tetapi diluar, untuk lebih mencocokkan dengan matahari. Kaisar Hadrian (117 –138 ) mengidentifikasi dirinya dengan matahari dalam mata uang logamnya dan mendedikasikan Colossus Neronus hanya untuk matahari. Colossus Neronus ini dibangun oleh Kaisar Nero yang menggambarkan dirinya sebagai tuhan matahari dengan tujuh gelombang cahaya disekitar kepalanya. Belakangan Hadrian menghapus citra Nero dari bangunan yang besar itu.
Berbagai faktor mendorong penyebaran pemujaan matahari. Salah satunya yang terpenting adalah identifikasi dan penyembahan kaisar sebagai tuhan matahari, yang didukung oleh teologi timur mengenai raja matahari, dan oleh pertimbangan politik. Tentara tentara Roma yang mempunyai kontak dengan Sol Invictus Elagabal dan Mithraism dari Timur, juga berfungsi sebagai penganjur pemujaan matahari di dunia bagian barat. Faktor penting lainnya adalah suasana sindikat pada masa itu.
Marcel Simon dalam suatu studi perseptivnya menunjukkan bagaimana dewa utama dihubungkan dengan ketuhanan matahari. Contoh yang sangat tepat mengenai proses asimilasi adalah dua karangan yang diukir pada sebuah tiang dari mithraeum untuk thermae di Caracalla (211-217). Karangan yang pertama menerangkan bahwa “Dewa dewa utama seperti Zeus, Serapis, Helios (dewa allah), master yang tidak kelihatan dari alam semesta). Setelah kematian Caracalla, yang merupakan pendukung dewa dewa Mesir, nama Serapis dicabut dan digantikan oleh nama Mithra. Karangan kedua berisi pemujaan kepada Zeus, Helios, Serapis yang Besar, Penyelamat, yang memberikan kekayaan, yang dengan sabar mendengar, Mithra yang tidak kelihatan”. Patut dicatat bahwa Mithra tidak hanya dihubungkan dengan Serapis, Helius, dan Zeus, tetapi juga disebut sebut terakhir kali sebagai penyatuan dari dewa dewa ini. Marcel Simon menerangkan bahwa dewa matahari (Helios) adalah “unsur sentral dan penting yang menghubungkan dewa dewa yang berbeda beda”.
Penyebaran dan kepopuleran pemujaan matahari ini menyebabkan perubahan yang besar dalam urutan hari hari dalam pekan. Pekan tujuh hari pertama kali diperkenalkan oleh kerajaan Roma pada abad pertama. Pada saat itu nama nama hari diambil dari nama planet. Hari Saturnus (Saturday) mula mula adalah hari pertama dalam pekan dan Hari Matahari (Minggu) mula mula adalah hari kedua. Dibawah pengaruh pemujaan matahari, perubahan terjadi pada abad kedua. Hari matahari berubah menjadi hari pertama, dan setiap hari lain juga maju selangkah sehingga Saturday mundur kebelakang menjadi hari ketujuh. Sulit untuk menentukan waktu yang tepat kapan hari Saturn (Saturday) bertukar tempat dengan hari matahari (Sunday). Ahli astrologi terkenal Vettius Valens menyebutkan bahwa perubahan ini terjadi, atau paling sedikit sedang terjadi, pada pertengahan abad kedua.
Dalam tulisannya berjudul Antologi yang ditulis sekitar tahun 154 dan 174, Vettius dengan eksplisit menyatakan “Dan inilah urutan bintang bintang planet dalam hubungannya dengan hari hari dalam pekan: Matahari, Bulan, Mars, Mercury, Jupiter, Venus, dan Saturn” Urutan yang sama terdapat pada sebuah tablet yang ditemukan tahun 1633 di Wettingen dekat Baden, bersama dengan uang logam (coin) yang bertanggal pada saat Hadrian berkuasa sampai Constantine II (mati tahun 340). Informasi tambahan sehubungan dengan tempat tempat yang didominasi pemujaan matahari yang menyebutkan urutan urutan hari disediakan oleh pernyataan dari Justin Martyr dan Tertullian, dan beberapa Mithraea, seperti dua undang undang yang dibuat oleh Constantine (3 Maret dan 3 July, 321).
Karena adanya hari matahari yang menyaingi hari Saturnus (Saturday) yang terjadi pada awal abad kedua itu adalah sejalan dengan penerapan pemeliharaan hari Minggu oleh orang orang Kristen menggantikan hari Sabat, sebuah pertanyaan timbul: Apakah peningkatan posisi hari matahari menjadi hari pertama dalam pekan mungkin mempengaruhi orang Kristen yang ingin membedakan diri mereka dari hari Sabatnya orang Yahudi, dengan memelihara hari yang sama ini untuk kebaktian mingguan? Ada beberapa indikasi yang menyokong dugaan ini. Secara tidak langsung, dukungan ada dari pimpinan agama terhadap pemujaan orang Kristen terhadap matahari, dengan mengadopsi lambang matahari dari literatur Kristen untuk melambangkan Kristus. Juga dengan adanya perubahan orientasi doa dari Jerusalem ke Timur, dan dengan penetapan hari Natal yang berasal dari pesta kafir. Indikasi yang lebih jelas ialah seringnya lambang matahari digunakan untuk mensahkan pemeliharaan hari Minggu.
Justin Martyr (sekitar thn 100-165) menekankan supaya orang Kristen berkumpul “pada hari Matahari…karena inilah hari pertama ketika Allah, merubah kegelapan dan ketiadaan, menciptakan dunia”. Hubungan yang dibuat Justin diantara hari Matahari dan penciptaan terang pada hari pertama bukanlah kebetulan, karena beberapa pemimpin agama yang kemudian menyatakan hubungan yang sama. Eusebius (sekitar thn 260-340), contohnya, beberapa kali merujuk terang terangan kepada motif dari terang dan hari Matahari untuk mensahkan kebaktian hari Minggu.
Pada komentar Eusebius atas kitab Mazmur, dia menulis: “Pada hari yang terang ini, hari pertama dan hari sesungguhnya dari matahari, bilamana kita berkumpul setelah enam hari bekerja, kita merayakan hari Sabat yang suci …kenyataannya, pada hari pertama penciptaan dunia inilah Allah mengatakan: “Jadilah terang and terangpun jadilah. Pada hari ini jugalah Matahari Keadilan telah naik untuk jiwa kita”. Hal ini dan tulisan tulisan yang sejenis menunjukkan bahwa pilihan hari Minggu dimotivasi oleh waktu yang tepat dan lambang yang efektif yang hari Minggu telah sediakan untuk memperingati dua kejadian penting dalam sejarah keselamatan: penciptaan dan kebangkitan. Jerome (sekitar thn 342-420) menyebutkan dua alasan ini dengan jelas : Hari yang disebut sebagai hari Matahari oleh orang kafir, kita akan mengakuinya, karena pada hari ini terang dunia telah muncul dan pada hari ini juga Matahari Keadilan telah terbit”.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari investigasi kami adalah bahwa penetapan pemeliharaan hari Minggu menggantikan hari Sabat telah terjadi, bukan di Gereja Jerusalem oleh otoritas kerasulan untuk memperingati kebangkitan Yesus, tetapi telah terjadi di gereja Roma selama awal abad ke dua, didukung oleh hal hal eksternal. Intrik politik, sosial, agama kafir, dan faktor Kristen – sama dengan masalah tanggal 25 Desember sebagai hari lahirnya Kristus – mendorong dipeliharanya hari Minggu sebagai hari kebaktian yang baru.
Adanya fakta bahwa pemeliharaan hari Minggu berdasar pada kriteria yang meragukan dan bukan merupakan perintah Alkitab menyebabkan kesulitan yang besar dialami oleh para pemimpin agama untuk menjelaskan alasan teologis yang kuat yang tidak dapat dibantah demi menganjurkan pemeliharaan hari Suci Allah dengan baik. Kalau begitu, apa yang dapat dilakukan untuk mendidik dan memotivasi orang Kristen untuk memelihara hari Suci Allah bukan hanya datang di gereja pada jam kebaktian tetapi sebagai hari yang utuh untuk beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani? Proposal dari studi kami adalah untuk memimpin manusia menemukan kembali dan mengalami arti, fungsi, dan berkat berkat dari hari Sabat Alkitabiah: hari yang diciptakan bukan untuk jam kebaktian saja untuk menunjukkan perbedaan atau penghinaan terhadap orang lain, tetapi sebagai pilihan Khalik yang jelas untuk 24 jam sehari penuh beristirahat, berbakti, berkumpul, dan melayani keperluan orang orang yang kekurangan.
Studi kami telah menemukan bahwa perhatian utama hari Sabat untuk orang orang percaya adalah untuk berhenti dari pekerjaan harian supaya dapat beristirahat dalam Tuhan. Dengan membebaskan diri kita dari pekerjaan mencari nafkah setiap hari, hari Sabat membebaskan kita dan kita menyediakan diri untuk Tuhan, untuk diri kita sendiri, dan untuk orang lain, sehingga menyanggupkan kita mengalami kehadiran Khalik dan persekutuan dengan sesama manusia. Perbedaan hari Sabat dan hari Minggu bukanlah hanya perbedaan nama dan nomor, tetapi adalah perbedaan otoritas, arti, dan pengalaman. Hal ini adalah perbedaan diantara hari libur ciptaan manusia dan hari Suci yang ditetapkan oleh Allah. Perbedaan diantara sebuah hari yang dihabiskan untuk memuaskan diri sendiri dan sebuah hari yang disediakan untuk melayani Allah dan manusia. Ini adalah perbedaan diantara pengalaman sebuah hari tanpa istirahat dan sebuah hari Istirahat Khalik untuk Manusia yang tidak mempunyai istirahat .
Tamat.
(Divine Rest for Human Restlessness). Catatan penerjemah: Ringkasan disertasi ini adalah lampiran dari buku yang berjudul Sabbath, Divine Rest for Human Restlessness.

Rabu, 21 April 2010

Hari Sabat Dalam Perjanjian Lama & Baru

HARI SABAT DALAM PERJANJIAN LAMA

Apakah Allah memberikan hari Sabat di Gunung Sinai hanya untuk orang Yahudi bukan untuk orang Kristen. Jika demikian, maka hukum "Jangan mencuri" demikian juga hukum-hukum lain hanya untuk orang Yahudi. Semua hukum ini adalah mengenai orang Yahudi, jika Hari Sabat adalah untuk orang Yahudi. Alkitab mengatakan, "Hari Sabat diadakan untuk manusia." Markus 2:27.

1. Apa perkataan pertama dari hukum keempat?

"Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat" Keluaran 20:8. Hanya inilah hukum yang didahului perkataan "ingatlah." Ketika Allah memberikan hari Sabat Dia mengetahui nilainya dan Dia juga tahu bahwa itu akan tidak dihormati banyak orang. Dia tahu bagaimana setan berusaha sekuat tenaga memimpin manusia untuk melupakan hari Sabat. Dia tahu bahwa manusia pada waktu yang tertentu akan melalaikan kewajiban yang mengikat dari hukum ini. Karena alasan ini Allah menarik perhatian istimewa kepada hukum ini dan didesak oleh penggunaan kata "ingatlah" supaya disimpan dalam pikiran. Itu bukanlah untuk dilupakan.

2. Apa alasan Allah diberikan dalam hukum itu untuk memelihara hari Sabat?

Alasan yang diberikan Allah ialah teladan Allah. "Enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan Allahmu .......... Sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, .......... dan la beristirahat pada hari ketujuh." Keluaran 20:9-11.

3. Apa peraturan dalam Israel selama perjalanan mereka di padang gurun mengenai pelanggaran hari Sabat?

Hukum umum yang berhubungan dengan pelanggaran salah satu dari hukum-hukum itu berbunyi, "Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista Tuhan, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, sebab ia telah memandang hina terhadap firman Tuhan dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya." Bilangan 15:30, 31.
Catatan: Referensi pinggir untuk perkataan sombong berbunyi dengan sewenang-wenang." Dan itu mempunyai arti dengan sengaja.

4. Apakah pelanggaran hari Sabat sama beratnya dengan pelanggaran hukum lainnya?

"Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. Lalu orang-orang yang mendapati dia seoang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. Orang itu dimasukkan dalam tahanan oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Orang itu pastilah dihukum mati, segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan. Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga dia mati seperti yang difirmankan Tuhan kepada Musa." Bilangan 15:32-36.
Catatan: Bukan semata-mata karena mengumpulkan kayu api pada hari Sabat orang itu dihukum; itu adalah "karena memandang hina terhadap firman Tuhan." Bilangan 15:31. Pengumpulan kayu api itu menunjukkan sikapnya yang sombong terhadap Allah. Pada zaman ini Israel mempunyai pemerintahan yang berdasarkan agama (Theokrasi) yang berarti agama dan pemerintah adalah satu dan Allah adalah kepala pemerintahan. Oleh karena itu pelanggaran hukum moral maupun sipil langsung dihukum. Ini menolong kita untuk melihat sikap Allah terhadap dosa clan apa penghakiman terakhir atas dosa kelak.

5. Untuk apa Allah telah memberikan hari Sabat?

"Hari-hari SabatKu juga Kuberikan kepada mereka menjadi peringatan di antara Aku dan mereka, supaya mereka mengetahui bahwa Akulah Tuhan, yang menguduskan mereka." Yehezkiel 20:10-12.
"..., kuduskanlah hari-hari SabatKu, sehingga itu menjadi peringatan di antara Aku dan kamu, supaya orang mengetahui bahwa Akulah Tuhan, Allahmu." Yehezkiel 20:20
Catatan: Ada makna besar dalam pernyataan Yehezkiel bahwa hari Sabat adalah suatu tanda penyucian. Itu menjadi tanda mengenai siapakah Allah yang kita sembah, yaitu Allah yang menguduskan Sabat sebagai peringatan atas pekan penciptaan.


6. Apa sebabnya Yehuda tertawan selama tujuh puluh tahun?

Mereka tidak menaati perintah untuk menguduskan hari Sabat.
Tetapi apabila kamu tidak mendengarkan perintahKu untuk menguduskan hari Sabat dan untuk tidak masuk mengangkut barang-barang melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem pada hari Sabat, maka di pintu-pintu gerbangnya Aku akan menyalakan api, yang akan memakan habis puri-puri Yerusalem dan yang tidak akan terpadamkan." Yeremia 17:21-27.


7. Menyusul kembalinya mereka dari penawanan Babel, bagaimana sikap umat Allah terhadap hari Sabat?

"Pada masa itu kulihat di Yehuda orang-orang mengirik memeras anggur pada hari Sabat, pula orang-orang yang membawa berkas-berkas gandum dan memuatnya di atas keledai, juga anggur, buah anggur dan buah ara dan pelbagai muatan yang mereka bawa ke Yerusalem pada hari Sabat. Aku memperingatkan mereka ketika mereka menjual bahan-bahan makanan. Juga orang Tirus yang tinggal di situ membawa ikan dan. pelbagai barang dagangan dan menjual itu kepada orang-orang Yehuda pada hari Sabat, bahkan di Yerusalem. Lalu Aku menyesali pemuka-pemuka orang Yehuda, kataku kepada mereka: Kejahatan apa yang kamu lakukan ini dengan melanggar kekudusan hari Sabat? Bukankah nenek moyangmu telah berbuat demikian, sehingga Allah kita mendatangkan seluruh malapetaka ini atas kita dan atas kota ini. Apakah kamu bermaksud memperbesar murka yang menimpa Israel dengan melanggar kekudusan hari Sabat?
Kalau sudah remang-remang di pintu-pintu gerbang Yerusalem menjelang hari Sabat, kusuruh tutup pintu-pintu dan kuperintahkan supaya jangan dibuka sampai lewat hari Sabat. Dan aku tempatkan beberapa orang dari anak buahku di pintu-pintu gerbang supaya tidak ada muatan yang masuk pada hari Sabat." Nehemia 13:15-19

Catatan: Nehemia tidak memaksa orang-orang yang di luar tembok untuk memelihara hari Sabat. Ia hanya melaksanakan tanggung jawabnya untuk mencegah mereka dan memberitahukan bahwa mereka tidak boleh melakukan pekerjaan dalam kota itu pada hari suci Allah. Pemeliharaan hari Sabat secara paksa tidak pernah sesuai dengan perintah Allah. Karena hari Sabat itu adalah tanda penyucian, tanpa hidup yang suci hari Sabat adalah suatu upacara yang kosong yang tidak pernah dapat menggantikan penyucian yang sejati.

Kesimpulan
Setelah penawanan Babel berakhir orang Yahudi mulai menyadari bahwa kegagalan mereka untuk memelihara hari Sabat telah menjadi salah satu dari malapetaka mereka. Jadi sesudah zaman Nehemia mereka tidak lagi membuat hari Sabat menjadi hari untuk melakukan pekerjaan biasa. Tetapi sekarang kesalahan mereka adalah mereka mulai menganggap hari Sabat suatu alat keselamatan sebagai ganti suatu tanda penyucian.


HARI SABAT DALAM PERJANJIAN BARU

Yesus berkata: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat". Hari Sabat Dia ciptakan untuk menjadi berkat kepada umat manusia, bukan menjadi beban. Yesus menyatakan dengan caraNya memelihara hari Sabat bahwa berbuat kebajikan adalah dibenarkan pada hari Sabat. Baca Matius 12:1-12; Markus 2:23-28; 3:1-5; Lukas 13:10-17; 14:1-6; Yohanes 9. Sedikitpun tidak ada pernyataan dalam Perjanjian Baru bahwa hari Sabat yang suci milik Allah telah dikesampingkan. Pada Khotbah di atas Bukit Yesus tidak meninggalkan kebimbangan tentang sikapNya terhadap Kesepuluh hukum itu. Baca Matius 5:17-19.1.
1. Adakah Kristus mempunyai sesuatu hubungan dengan pembuatan hari Sabat?

"Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan." Yohanes 1:3. Baca Kolose 1:16; I brani 1:2.
Catatan: Karena Kristus adalah agen yang aktif dalam penciptaan, hari Sabat dibuat olehNya pada akhir minggu penciptaan. Baca Kejadian 2:1-3.
2. Pada hari apa biasanya Kristus berbakti?

la datang ke Nazaret tempat la dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab." Lukas 4:16.

3. Apakah Kristus mengharapkan hari Sabat akan dihapuskan?

Dia mengakui hari Sabat itu akan ada lama sesudah kenaikanNya, pada waktu pengepungan Yerusalem tahun 70 Tarikh Masehi, karena la mengatakan kepada murid-muridNya, "Berdoalah, supaya waktu kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat."

4. Hari apa disucikan wanita-wanita itu sesudah penyaliban?

"Dan setelah pulang, mereka menyediakan rempah-rempah dan minyak mur. Dan pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat." Lukas 23:56.
Catatan: Menurut hukum Taurat, hari Sabat adalah hari ketujuh. (Baca Keluaran 20:10).

5. Apa teladan Paulus - hari apa yang dia sucikan (pelihara) untuk berbakti?

"Dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokia di Pisidia. Pada hari Sabat mereka pergi ke rumah ibadat, lalu duduk di situ." Kisah 13:14
"Ketika Paulus dan Barnabas keluar, mereka diminta untuk berbicara tentang pokok itu pula pada hari Sabat berikutnya." Kisah 13:42
"Pada hari Sabat kami keluar pintu gerbang kota. Kami menyusur tepi sungai dan menemukan tempat sembahyang Yahudi, yang sudah kami duga ada di situ, setelah duduk, kami berbicara kepada perempuan-perempuan yang ada berkumpul di situ." Kisah 16:13.
"Seperti biasa Paulus masuk ke rumah ibadat itu. Tiga hari Sabat berturut-turut ia membicarakan dengan mereka bagian-bagian dari Kitab Suci." Kisah 17:2
"Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." Kisah 18:4
Catatan: Adalah kebiasaan Paulus menghadiri upacara agama pada hari Sabat.
6. Apa yang dilakukan Paulus pada hari-hari kerja dibandingkan dengan hari Sabat?

"Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama ia tinggal bersamasarna dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka samasama tukang kemah. Dan setiap hari Sabat Paulus berbicara dalam rumah ibadat dan berusaha meyakinkan orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani." Kisah 18:3,4.
Catatan: Kebiasaan Paulus adalah berbakti pada hari Sabat dan mencari nafkah pada hari lainnya.

7. Pada hari apa Yohanes dikuasai Roh?

"Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring seperti bunyi sangkakala." Wahyu 1:10.
Catatan: Ungkapan "Hari Tuhan" menunjuk kepada hari Sabat hari ketujuh baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Dia mengatakan, "Tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhan, Allahmu." Keluaran 20:10. Dalam Yesaya 58:13 Dia menyebut hari Sabat "Hari kudusKu." Hari Tuhan adalah hari atas mana Kristus adalah Tuhan, Dia katakan la adalah Tuhan atas hari Sabat (Matius 12:8; Markus 2:28). Baca Keluaran 20:11.
Kesimpulan
Kristus melakukan semua apa yang dapat la lakukan untuk mengembalikan hari Sabat kepada bangsa Israel sebagaimana yang telah diberikan kepada mereka. Semua itu dimaksudkan untuk menjadi berkat bukan untuk menjadi beban. Kristus berusaha menyatakan bahwa maksud sebenarnya daripada hari Sabat ialah berbuat baik, menyembuhkan orang sakit, dan melakukan perbuatan-perbuatan belas kasihan.
Buku Ibrani menyebutkan hari Sabat hari ketujuh. "Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaanNya." Ibrani 4:4. "Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNya." Ibrani 4:10. Allah memanggil umatNya ke dalam suatu perhentian rohani, suatu perhentian dari pekerjaan mereka sendiri dan berhenti dari dosa. Pemeliharaan hari Sabat adalah suatu lambang dari perhentian ini. Allah menuntut kesucian hidup. Untuk ini hari Sabat adalah suatu tanda. Janganlah kita menolak tanda itu, apalagi menolak untuk mana tanda itu berdiri.

Minggu, 18 April 2010

Tidak Ada Perintah Yesus Untuk Beribadah Pada Hari Minggu

Mana perintah Yesus atau Tuhan untuk beribadah pada hari Minggu ?

Pertanyaan ini mungkin agak aneh dan bahkan dianggap sepele atau main-main saja. Padahal ini merupakan salah satu pertanyaan serius yang perlu dipikirkan, perlu diperhatikan, dan perlu dipertanyakan, karena menyangkut ritual yang secara terus menerus atau continue dilakukan dan diamalkan oleh hampir seluruh umat Kristiani di dunia.
Melakukan ritual ibadah wajib secara terus menerus tanpa dalil atau perintah dari Allah, merupakan ibadah yang sia-sia. Padahal apa yang dilakukan itu akan diminta pertanggung jawaban dihadap Allah. Oleh sebab itu wajarlah jika kita tirtjau kembali, apakah yang kita lakukan selama ini benar-benar punya dalil atau dasar yang kuat dari kitab suci kita, ataukah itu hanya berasal dari perintah Inanusia biasa atau pendapat para pemim�pin agamanya, kemudian mewajibkan para pengikutnya untuk melakukannya.
Kalau hal seperti itu yang terjadi, kemudian di ikuti oleh para pengikutnya, maka itu berarti yang kita ikuti adalah ajaran manusia, bukan ajaran Allah. Contohnya, beribadah atau masuk gereja pada hari Minggu, ternyata tidak ada satu dalilpun didalam Alkitab yang menyuruh beribadah atau menjadikan hari Minggu sebagai hari yang harus dipelihara, disucikan atau dikuduskan. Oleh sebab itu bagi siapa saja yang bisa memberikan dalil yang tertulis dalam Alkitab bahwa ada perintah dari Allah untuk mengkuduskan, mensucikan atau menjadikan sebagai hari peristirahatan, maka kami sediakan hadiah tunai sebesar Rp. 10.000.000.�(sepuluh juta) jika ada dalil di dalam Alkitab.
Sebenarnya jika benar-benar mengikuti firman Allah dalam Alkitab, maka hari peribadatan itu ialah hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu! Hari inilah (Sabat) yang ada dalilnya dalam Alkitab, bahkan perintah untuk memelihara, menjaga dan mengku�duskannya, jelas sekali ada tertulis didalam Alkitab itu sendiri. Apalagi yang menulis perintah untuk mengkuduskan hari Sabat adalah Allah itu sendiri, yang telah meno�reh di atas kedua loh batu.
Bahkan kedua loh batu tersebut ditulis dengan jari tangan Allah sendiri, lalu Dia sendiri yang menyerahkan kepada Nabi Musa as untuk disampaikan dan diajarkan kepada kaumnya. Simak ayat frman Allah dalam Alkitab sebagai berikut:
�Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung dengan kedua loh hukum Allah dalam tangannya, loh-loh yang bertulis pada kedua sisinya; bertulis sebelah-menyebelah. Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukikpadaloh-lohitu."(Ke132:15-16)
Sungguh ironis sekali, ternyata perin�tah Allah untuk menjaga, memelihara dan mengkuduskan hari Sabat, ternyata dilang�gar dan juga tidak dipatuhi lagi oleh hampir semua umat Kristiani di dunia, kecuali sebagian kecil sekte Advent.
Padahal kalau kita baca dalam Alkitab, ternyata ada ancaman yang sungguh mengerikan, yaitu ancaman hukuman mati bagi mereka yang tidak memelihara dan yang melanggar kekudusan hari Sabat. Coba kita simak ancaman Allah bagi yang tidak memelihara dan mengkususkan hari Sabat.
"Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Katakanlah kepada orang Israel, demikian: Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah Tuhan, yang menguduskan kamu. Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya." (Ke131:12-14)
Yang lebih menarik lagi yaitu, ternyata Yesus seumur hidupnya tidak pernah mengkuduskan hari Minggu. Seumur hidupnya Yesus selalu mengkuduskan hari Sabat dan setiap mengajar selalu pada hari Sabat. Yesus tidak pernah satu kalipun menganjurkan untuk beribadah atau mengkuduskan hari Minggu. Sekali lagi jika ada dalil dalam Alkitab Yesus atau Allah menyuruh mengkuduskan hari Minggu, kami sediakan hadiah Rp. 10.000.000. (sepuluh juta) bagi siapa saja yang bisa memberikan dalilnya.
Perhatikan hari apa yang Yesus kudus�kan di dalam Alkitab, hari Sabtu atau hari Minggu?

Lukas 4:16 Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat (Sabtu) la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab.
Markus 1:21 Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar.
Markus 6:2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang ' besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?
Lukas 4:16 Ia (Yesus) datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan�Nya pada hari Sabat la masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Al kitab.
Lukas 4:31 Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat.
Lukas 6:6 Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya.
Lukas 13:10 Pada suatu kali Yesus sedang mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat.

Masih banyak ayat-ayat lainn-ya dimana Yesus memelihara dan mengkuduskan hari Sabat, tapi dari 7 (tujuh) ayat tadi saja, sudah lebih dari cukup memberikan bukti�bukti kepada kita bahwa sesungguhnya menurut Alkitab, hari yang diperintahkan untuk di ibadati, dipelihara, dan dikudus�kan adalah hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu !!
Yesus tetap memelihara dan mengkuduskan Sabat, sebab dia yakin bahwa apa yang Allah tetapkan untuk berlaku kekal, tidak mungkin dibatalkan olehnya. Yesus sangat yakin dengan janji Allah bagi yang memelihara hari Sabat.
Mari kita renungkan janji Allah bagi yang memelihara dan mengkuduskan hari Sabat.

"Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat "hari kenikmatan", dan hari kudus Tuhan "hari yang mulia�; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, maka engkau akan bersenang-senang karena Tuhan, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhan-lah yang mengatakannya. " (Yesaya 58:13-14)

Bukankah ayat-ayat tersebut memberi�kan bukti bahwa sesungguhnya tidak ada satu perintah di dalam Alkitab masuk geieja hari Minggu atau mengkuduskan hari Minggu. Bahkan seumur hidup Yesus hanya beribadah pada hari Sabat (Sabtu) bukan Minggu. Ternyata hari Minggu dikuduskan karena menurut pendapat pemuka agamanya hari itu Yesus bangkit dari kuburnya
Sekarang bagaimana dengan hari Minggu? Apakah ada perintah atau jaminan berkat bagi mereka yang mengkuduskan hari Minggu?

1.Allah tidak berhenti bekerja pada hari Minggu.
2.Allah dan juga Yesus tidak pernah memberkati hari Minggu.
3.Tidak ada hukum yang menyuruh memelihara hari Minggu.
4.Yesus tidak pernah memberkati hari Minggu.
5.Hari Minggu tidak pernah dikuduskan oleh Allah maupun Yesus.
6.Tidak ada pelanggaran hukum jika bekerja pada hari Minggu.
7.Tidak ada satu ayatpun dalam Alkitab yang melarang bekerja pada hari Minggu.
8.Tidak ada berkat yang dijanjikan bagi mereka yang memelihara hari Minggu.
9.Hari Minggu tidak pernah disebutkan dalam Alkitab sebagai hari ibadah bagi umat Kristiani.
10.Tidak pernah hari Minggu disebut sebagai hari perhentian.
11.Yesus tidak pernah menyinggung tentang hari Minggu.
12.Kata "Hari Minggu" bahkan tidak pernah muncul dalam Alkitab, kecuali disebut "pekan pertama minggu itu", tapi bukan "Hari Minggu" dan hanya sekali disebutkan yaitu pada Kis 20:7, itupun hanya pertemuan dimalam hari, yaitu Sabtu malam.
13.Para nabi dan orang terdahulu tidak pernah memelihara hari Minggu.
14.Tidak ada ayat dalam Alkitab tentang perobahan Sabat jadi hari Minggu.
15.Tidak pernah Tuhan maupun Yesus berfirman bahwa ada dua hari Sabat yang dikuduskan dalam seminggu, yaitu hari Sabtu dan Minggu.
16.Tidak ada satupun perintah di dalam Alkitab yang menyuruh merayakan "hari kebangkitan" Yesus sebagai pengganti hari Sabat.
17.Tidak pernah Tuhan berfirman bahwa "hari kebangkitan" Yesus harus dikuduskan seperti hari Sabat.
18.Seumur hidupnya, Yesus hanya ber�ibadah pada hari Sabat
19.Tidak ada seorang nabipun di dalam Alkitab yang pernah menvuruh mengkuduskan hari Minggu.
20.Seumur hidupnya, tidak sekalipun keluar dari mulut atau bibir Yesus tentang hari Minggu dan lain-lain.

Berdasarkan 20 alasan tersebut, maka dapatlah dipastikan bahwa sesungguhnya tidak ada satu dalilpun dalam Alkitab untuk mengkuduskan hari Minggu! Ternyata hari Minggu hanyalah hari yang diperintahkan oleh pengemuka agama Kristen hanya karena dianggap penting karena Yesus bangkit pada hari Minggu. Padahal tidak ada satu dalilpun didalam Alkitab itu yang menyuruh mengkuduskan hari Minggu dan tidak ada janji Allah atau berkat yang Allah janjikan bagi mereka yang memelihara dan yang mengkuduskan hari Minggu, tidak ada!! Justru yang ada ialah ancaman Allah bagi mereka yang tidak memelihara dan yang tidak mengkuduskan hari Sabat (Sabtu).

SIAPAKAH TANDUK KECIL Dalam Daniel 7:25?

DAFTAR ISI
1. SIAPAKAH TANDUK KECIL ITU ?

(Daniel 7 & Wahyu 13)

Perhatian: Apa yang diungkapkan di sini adalah berdasarkan Alkitab dan fakta sejarah. Kami mohon maaf bila ternyata hal ini menyinggung perasaan Saudara, bukan maksud kami demikian. Kami rindu agar Saudara juga mengerti kebenaran yang sesungguhnya. Kiranya Tuhan memberkati.


Daniel 7:8
"Sementara aku memperhatikan tanduk-tanduk itu, tampak tumbuh di antaranya suatu tanduk lain yang kecil, ..."


Mimpi Daniel pada tahun pertama pemerintahan Belsyazar, raja Babel (Daniel 7:1). Merupakan rincian dan penjelasan lebih lanjut dari mimpi Nebukadnezar dalam Daniel 2.
Dalam Daniel 7 ayat 2- 6, terdapat unsur-unsur : Angin, laut dan binatang.

Angin Dalam bab 5 telah diketahui bahwa "angin" dalam nubuatan menggambarkan pertentangan, kegaduhan politik dan perang. Dalam Daniel 7 ini, angin menggambarkan jatuh bangunnya kerajaan-kerajaan dan pertentangan politik yang terjadi. (lihat Yeremia 49:35-37; 51:1,11)
Laut besar Laut atau air menggambarkan rakyat banyak, bangsa-bangsa ( lihat Wahyu 17:15, Yesaya 17:12,13)
Empat binatang : empat raja (kerajaan) lihat Daniel 7:17


a. Seperti singa : kerajaan Babel (lihat juga Yeremia 4:7; 50:17,44; Ratapan 4:19; Yehezkiel 17:3,12; Habakuk 1:8). Singa adalah raja dari segala binatang (begitu juga rajawali adalah raja dari segala burung), dalam Daniel 2 dilambangkan sebagai kepala dari emas.
b. Seperti beruang : kerajaan Media-Persia
c. Seperti macan tutul : kerajaan Yunani
(Kerajaan Yunani di sini bukanlah zaman Yunani klasik, karena zaman itu mendahului kejatuhan Kerajaan Persia. Tapi adalah kerajaan dari Aleksander Agung yang mempunyai kecepatan penaklukan yang luar biasa (empat sayap pada punggungnya). Berkepala empat : pecah menjadi empat kerajaan (Ptolemaus memperoleh Mesir, Casander memperoleh wilayah Makedonia, Lysimachus menguasai wilayah Thrace dan Bosphorus di Asia kecil, Seleucus menguasai Syria).
d. Binatang keempat : kerajaan Romawi
Tidak dijelaskan rupanya, menakutkan, mendahsyatkan, sangat kuat, berbeda dari yang terdahulu (Dan 7:3)
"Tampak seekor binatang yang keempat, yang menakutkan dan mendahsyatkan, dan ia sangat kuat. Ia bergigi besar dari besi; ia melahap dan meremukkan, dan sisanya diinjak-injaknya dengan kakinya; ia berbeda dengan segala binatang yang terdahulu; lagipula ia bertanduk sepuluh." Daniel 7:7
Dari Daniel 2, diketahui bahwa kerajaan yang muncul setelah mengalahkan kerjaan Yunani adalah Kerajaan Romawi. (lihat Bab 7 hal 9)



Ciri-ciri binatang ke empat :
a. Bertanduk sepuluh ( ay 7)
"Kesepuluh tanduk itu ialah kesepuluh raja yang muncul dari kerajaan itu." Dan 7:24
Sama seperti sepuluh jari-jari kaki dari patung dalam mimpi Nebukadnezar (Daniel 2), maka kerajaan Romawi kemudian terbagi menjadi 10 kerajaan :
1. Lombard di Italia
2. Franka di Perancis
3. Anglo Saxon di Inggris
4. Visigoth di Spanyol
5. Alemani di Jerman
6. Suevi di Swiss
7. Barguidian di Portugal
8. Heruli --> lenyap
9. Vandal --> lenyap
10. Ostrogoth --> lenyap

Kerajaan / kuasa yang sama disebutkan dalam Wahyu 13:1, 17:3
"Lalu aku melihat seekor binatang keluar dari dalam laut, bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh; di atas tanduk-tanduknya terdapat sepuluh mahkota dan pada kepalanya tertulis nama-nama hujat." (13:1) "...aku melihat seorang perempuan duduk di atas seekor binatang yang merah ungu, yang penuh tertulis dengan nama-nama hujat. Binatang itu mempunyai 7 kepala dan 10 tanduk." (17:3)


b. Tumbuh tanduk lain yang kecil, mematahkan tiga tanduk (dari 10 tanduk sebelumnya)
"Sementara aku memperhatikan tanduk-tanduk itu, tampak tumbuh di antaranya suatu tanduk lain yang kecil, sehingga tiga dari tanduk-tanduk yang dahulu itu tercabut (sampai ke akarnya - KJV); dan pada tanduk itu tampak ada mata seperti mata manusia dan mulut yang menyombong." Daniel 7:8
Berdasarkan SEJARAH, tanduk kecil ini adalah : Kuasa Kepausan yang mematahkan 3 kerajaan penentang Uskup Roma sebagai Kepala Gereja Negara, yaitu : Heruli (runtuh tahun 493 M), Vandal (runtuh tahun 534 M) dan Ostrogoth (runtuh tahun 538 M). "Penentang terakhir pengangkatan Uskup Roma sebagai Kepala Gereja Negara ditumpas Kaisar Yustinian. Jenderal Belisarius meruntuhkan Ostrogoth dan merebut Roma tahun 538, sejak saat itu Uskup Roma atau Paus menjadi Kepala Gereja dan diberi wilayah kekuasaan Roma dan sekitarnya, awal Negara Gereja Roma Katholik." David Teen, "Orde Dunia Baru" hal 27-28
Tiga kerajaan ini lenyap, tidak berbekas lagi, sedangkan 7 kerajaan lainnya masih ada (Italia, Perancis, Inggris, Spanyol, Jerman, Swiss, Portugal), meskipun banyak pecahan kerajaan-kerajaan lainnya di Eropa, seperti yang dinubuatkan dalam Daniel 2:41-43.

Mengidentifikasikan "Tanduk Kecil" (Berdasarkan Fakta Sejarah)
********************************************************
Tanduk kecil ini muncul diantara 10 tanduk (10 kerajaan). Disebut kecil, karena memang kerajaan ini kecil. Menurut Readers Digest, Okt 1974 : Vatikan adalah negara berdaulat terkecil di dunia. Luasnya hanya 108 acres (44 ha).

a. Muncul dari kerajaan keempat (Daniel 7:8)
Berarti muncul dari Eropa, khususnya dimulai dari kerajaan Romawi (lihat pembahasan Daniel 2 dalam Nubuat Kerajaan-kerajaan Dunia.)
Kepausan adalah kuasa Romawi. Ia mewarisi banyak sifat dan harta kekayaan kerajaan Romawi, dan memakai nama gereja Roma Katolik sampai hari ini.
b. Muncul pada jaman sesudah kesepuluh raja (Daniel 7:24)
"Kesepuluh tanduk itu ialah kesepuluh raja yang muncul dari kerajaan itu. Sesudah mereka, akan muncul seorang raja, ..."
Supremasi KePausan mulai tahun 538, yang berarti terjadi setelah terbentuknya 10 kerajaan-kerajaan Eropa (476 M).
Krisis yang paling menonjol dalam keruntuhan kerajaan Romawi tua itu terjadi pada tahun 476 TM yaitu setelah direndahkan dan dihinakan oleh penyerang barbar, Raja Romulus Augustulus pun menyerah. Supremasi politik Kepausan belum terbentuk sampai empat puluh dua tahun kemudian, yaitu pada waktu Raja Romawi Timur bernama Yustinian pada tahun 538 M mengumumkan satu dekrit bahwa Uskup Roma harus diakui sebagai "Kepala dari semua gereja suci." Dekrit ini diberlakukan pada tahun 538 TM. Oleh karena itu, Kepausan bertumbuh menjadi suatu kekuasaan yang penuh setelah kerajaan barbar memecah dan membagi-bagi daerah kekuasaan Romawi. Frank Breaden, Penuntun Alat Peraga Baru, hal 162-123)
c. Menyebabkan tiga tanduk patah (sudah dibahas di atas), Daniel 7:8, 20, 24.
"Kesepuluh tanduk itu ialah kesepuluh raja yang muncul dari kerajaan itu. Sesudah mereka, akan muncul seorang raja; dia berbeda dengan raja-raja yang dahulu dan akan merendahkan tiga raja" Daniel 7:24
d. Berbeda dari yang terdahulu (Dan 7: 24)
Kepausan,berbeda dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya. Kerajaan-kerajaan yang terdahulu adalah kuasa politik atau sekular yang biasanya didirikan dengan kekuatan senjata. Kepausan adalah perpaduan agama dan politik (Kepala Pemerintahan Politik adalah juga Kepala Pemerintahan Agama)
Kekuasaannya didasarkan bukan atas kemenangan perang tetapi atas pernyataan dan pengakuannya untuk memiliki mandat dari Allah! Inti utama dalam keberadaannya ialah persekutuan antara gereja dan negara, dengan catatan bahwa gerejalah yang mengendalikan negara. Paus adalah Raja-Imam. Sekali lagi, sejarawan Myers mengatakan secara terangterangan: "Jauh sebelum kejatuhan Kerajaan Romawi, sudah mulai bertumbuh dalam tubuh Kerajaan Romawi suatu negara kerajaan yang membentuk diri sendiri di atas pola kerajaan." Kerajaan rohani, sama seperti kerajaan sekuler, memiliki kekuasaan pejabat dan yang terpenting adalah jabatan diaken, imam-imam, dan yang tertua di antara mereka, serta para uskup. Satu lagi akibat dari kejatuhan kekuasaan Romawi di belahan barat dunia adalah perkembangan Kepausan. Dalam hal seorang raja tidak berada di tempat di barat, maka Paus segera mendapatkan kuasa dan pengaruh dan segera mendirikan suatu kerajaan gerejani yang dalam beberapa segi telah mengambil kedudukan kerajaan tua itu." (General History for Colleges, hlm. 348, 316).
e. Kelihatannya lebih kuat dari yang lain
".....yang lebih besar rupanya (more stout - KJV) dari tanduk-tanduk yang lain." Dan 7:20
Meskipun kerajaan ini kecil, namun mempunyai kuasa yang besar. (The Vatican Sacred City of Peace, the smallest sovereign state in the world. It's power and influence reaches around the globe - Readers Digest, Oct 1974)

Sejarawan Robinson menyaksikan juga bahwa kepausan menjadi suatu kekuasaan yang paling kuat di Eropa pada zaman pertengahan; ia berkata: "Selain dari raja-raja di Konstantinopel dan raja-raja Jerman, telah bangkit di Eropa sederetan raja-raja yang lebih berkuasa yaitu Paus. ...Kita harus menelusuri yang paling berkuasa dan menetap dari semua lembaga kerajaan Romawi yang terahir sampai pada zaman pertengahan. Kita harus memikirkan bagaimana Kekristenan di bagian Eropa Barat atau Latin lambat laun dapat memisahkan diri dari bagian Timur atau bagian Yunani dan bisa membentuk suatu lembaga di bawah Kepausan, yaitu deretan penguasa yang terpanjang dan yang paling berkuasa yang pernah disaksikan oleh dunia ini." (Medieval and Modern Times, hlm. 40, 41 ).

f. Mengucapkan perkataan yang menentang Yang Mahatinggi (Dan 7: 25)
"Kepada binatang itu diberikan mulut, yang penuh kesombongan dan hujat......Lalu ia membuka mulutnya untuk menghujat Allah, menghujat nama-Nya dan kemah kediaman-Nya dan semua mereka yang diam di sorga." Wahyu 13:5,6
Menghujat Allah atau menentang Yang Mahatinggi berarti menyamakan diri dengan Allah atau berbuat seperti Allah, atau merampas Hak Allah. Pemimpin-pemimpin Yahudi menuduh Yesus Kristus menghujat Allah, karena Ia menyamakan diri dengan Allah dan mengaku mempunyai hak untuk mengampuni dosa.
~ Yohanes 10: 30-33
"Aku dan Bapa adalah satu." Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus.Kata Yesus kepada mereka: "Banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari Aku?" Jawab orang-orang Yahudi itu: "Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah."
~ Lukas 5:20-21
Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." Tetapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berpikir dalam hatinya: "Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?"

PAUS LEO XIII dalam his Great Encyclical Letters berkata:
"Kami menduduki diatas dunia ini tempat Allah Yang Maha Kuasa." h.304
Pekerjaan otentik dari F. Lucii Ferraris, yang disebut PROMPTA BIBLIOTHECA CANONICA JURIDICA MORALIS THEOLOGICA yang dicetak di Roma, 1890, dan disahkan oleh Catholic Encyclopedia (Jil. VI. h. 48) kita menemukan kutihan-kutipan berikut yang menyebutkan tentang kuasa paus:
1. "Paus begitu tinggi martabatnya dan begitu ditinggikan sehingga ia bukan1ah seorang manusia biasa, tetapi ia seakan-akan Allah, dan pengganti Allah...."
2. "Itulah sebabnya Paus dimahkotai dengan mahkota berlapis tiga, sebagai raja di langit dan di bumi, dan bagian-bagian yang lebih bawah . . ." "Sehingga sekiranya saja mungkin bahwa para malaikat berbuat kesalahan dalam iman, atau boleh jadi berpikir bertentangan dengan iman itu, mereka dapat dihakimi dan dikucilkan oleh Paus . . ."
3. "°Paus adalah seakan-akan Allah di muka bumi, pemerintahan satu-satunya dari Kristus yang setia, kepala raja diatas segala raja, memiliki kuasa yang lengkap, kepadanya telah dipercayakan oleh Allah yang maha kuasa, kuasa mengarahkan bukan hanya dalam kerajaan duniawi saja tetapi juga dalam kerajaan surgawi." DIKUTIP dalam SOURCE, BOOK, Revised Edition, h. 409, 410. Washington, D.C., 1927
The Catholic Encyclopedia mengatakan tentang Paus: "Kalimat-kalimat yang ia berikan diteguhkan di surga." Jil. X11, Art. Pope." h. 265
"Berperang melawan Paus sama dengan berperang melawan Allah, menyadari bahwa Allah adalah paus dan paus adalah Allah." Marenus (Catholic) History.
"Paus bukan hanya perwakilan Jesus Kristus saja, tetapi ia juga adalah Jesus Kristus Sendiri, yang terbungkus oleh daging (kemanusiaan)." Catholic National, July, 1895
Gereja mengajarkan orang awam wajib melakukan pengakuan dosa. Katekismus Joseph Darbie hal 279 "Imam sesungguhnya dapat mengampuni dosa-dosa berdasarkan kuasa yang diberikan kepadanya oleh Kristus" Lihat referensi Lanjut.
Ajaran Infability mengatakan Gereja Roma Katolik dan Paus tidak bisa berbuat salah. Alkitab mengajarkan semua orang sudah berbuat dosa, tidak seorangpun benar (Mazmur 14:3, Roma 3:23). Lihat Referensi Lanjut


g. Menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi (Daniel 7: 25), berperang melawan orang-orang kudus (Wahyu 13:5), mabuk oleh darah orang-orang kudus dan darah saksi-saksi Yesus (Wahyu 17:6)
Pernyataan gereja Roma Katolik oleh Thomas Aquinas:
"Jika pemalsu-pemalsu uang atau penjahat-penjahat lainnya secara adil dijatuhi hukuman mati oleh penguasa-penguasa dunia (secular), lebih-lebih lagi orang-orang murtad (heretics) sesudah mereka dinyatakan murtad, mereka dapat bukan hanya dikucilkan (excommunicated) raja, tetapi secara pasti harus dibunuh mati." SUMMA THEOLOGICA, 2a, 2ae, qu. xi. art. iii.
"Gereja telah menganiaya. Hanyalah seorang yang baru dalam sejarah gereja akan menyangkal hal itu . . . Orang-orang Protestan dianiaya di Perancis dan Spanyol dengan persetujuan penuh dari penguasa-penguasa gereja. Kami selalu mempermasaalahkan (defended to argue or state a case for) penganiayaan orang-orang Hugenots, dan Polisi rahasia Spanyol (Spanish, Inquisition)." WESTERN WATCHMAN, OFFICIAL OR:GAN OF FATHERS PHELAN. St. Louis. Mo.: Dec. 24, 1908
Gereja boleh saja melalui hak ilahi "menyita harta milik orang-orang yang murtad (heretics), memenjarakan orang-orangnya dan menghukun mereka dengan api . . . Di zaman kita hak untuk mengenakan hukuman-hukunan paling kejam (severest penalties), bahkan hukuman mati, adalah hak gereja . . . o1eh karena pengalaman mengajarkan kita bahwa tidak ada cara pengobatan yang lain . . . Jalan terakhir yang dapat ditempuh adalah hukuman mati. . . . Tidak ada perlawanan yang paling mematikan selain kemurtadan (There is no graver offense than heresy) . . . itulah sebanya hal itu harus dicabut sampai ke akar-akarnya dengan api dan pedang. Inilah suatu kredo (tenet) Katolik yang harus dengan setia dipegang, agar hukuman paling hebat bukan hanya boleh (may), tetapi harus (must), ditimpakan kepada pemurtad-pemurtad yang keras kepala itu."
INSTITUTES OF PUBLIC ECCLESIASTICAL LAW, Jil., 2, h. 142 (Inilah standard pekerjaan Katolik yang diterbitkan tahun 1901)
Editor dari the WESTERN WATCHMAN, sebuah journal Katolik, berkata dalam terbitan November 21, 1912:
"Pahlawan-pahlwan kami adalah Duke of Alva dan Catherine de Medici. Mereka kenal orang-orang Hugenots, dan mereka mengusir orang-orang Hugenots dari benua itu. Anda tidak dapat membangkitkan rasa iba di jiwa kami dengan menyampaikan pengaduan atas kelejaman Katolik di abad ke 17 (You calinot excite any pity in our souls by whining account of Catholic atrocities in the 17th century). Kami tidak pernah menuliskan satu kalimatpun pernyataan maaf kami atas perbuatan Inquisition. Kami tidak pernah berpikir hal. itu perlu diperdebatkan. (We have never written a line in extenuation or palliation of the Inquisition. We never thought it needed defense.)
"Lebih dari 300.000 orang dianiaya di Spanyol saja, di antara mereka 31.912 mati dibakar. Berjuta juta orang dibantai di Eropa karena iman mereka" Bible Reading for the home - Washington 1942, hal 221
"...... 150 tahun setelah Konstantin kaum Donatis dianiaya bahkan dibunuh .... Kaum Protestan dianiaya di Perancis dan Spanyol dengan persetujuan penuh penguasa Gereja ...... bila dianggap perlu Gereja akan menggunakan kekerasan untuk memaksa" The Western Watchmen - USA
"Kami melarang orang awam memiliki turunan Alkitab, balk Perjanjian Lama maupun Baru. Penguasa Distrik (Tuan Uskup/Bishop) harus-mencari dengan teliti para pemurtad kafir (heretic) di rumah-rumah, persembunyian dan hutan-hutan dan seluruh perbaktian bawah tanah mereka harus sepenuhnya dimusnahkan" Konsili Tolosanum, Paus Gregoru IX, 1229.
h. Berusaha mengubah waktu dan hukum (Daniel 7: 25)
- Dimaksud mengubah hukum dalam Daniel 7 : 25 selaras dengan pengertian menghujat Allah dalam Wahyu 13, dengan sendirinya berkaitan dengan sikapnya terhadap 10 Perintah Allah yang diberikan Allah kepada Musa di Sinai dan ditulis oleh jari Allah sendiri. Belum pernah ada kekuasaan yang terus terang menyatakan diri dan berhasil mengubah hukum Allah itu di dunia kecuali Kepausan. Dalam Katekismus ditegaskan : "Kita memelihara hari MINGGU ganti dari SABTU karena Gereja Katholik dalam Korisili Laodekia (336 TM) telah memindahkan kekhidmatan hari Sabtu kepada hari Minggu".Peter Geirmun - The Convert Catechism of Catholic Doctrine" - 1934. (Pengubahan hari ini adalah tanda kuasa dari Gereja Katolik/kePausan, baca topik Monumen khususnya Bab 6 )
- Satu bukti pengubahan hukum yang tertulis adalah dihapusnya Perintah Kedua dalam Hukum Allah yang melarang penyembahan patung/berhala. Sudah diterangkan di bagian depan bahwa Gereja telah menduniawikan dirinya dengan menerima kebiasaan kaum kafir dan mengkristenkan dewa-dewi dan ibadat mereka. Perintah Hari Minggu (Sunday Law) adalah perintah penguasa untuk menyucikan Hari Minggu sebagai hari perbaktian dan hari peristirahatan (Hari Raya). Perintah Pertama diberikan o1eh Kaisar Konstantin tahun 321 untuk memuja Dewa Matahari (Dewa bangsa Romawi) atau "venerabili die Solis", kecuali para peladang yang bekerja di pertanian ( Encyclopedia Britannica IX. 7-3-321-Corpus Juris Gulis God) Gereja Roma Katolik sebagai penerus kekuasaan Romawi Kafir meneruskan juga tradisi dan ibadatnya dalam bentuk "Kekristenan".
Sejak abad kelima Pemerintah di berbagai negeri di mana telah ada Gereja, telah melindungi perhentian pada HARI MINGGU dengan UNDANG-UNDANG TENTANG HARI MINGGU (Dr J. Verkuyl - Etika Kristen - BPK 1961, hal. 212. ibid hal.212)

i. Berkuasa selama 3,5 masa atau 42 bulan
"...dan mereka akan diserahkan ke dalam tangannya selama satu masa dan dua masa dan setengah masa." Daniel 7: 25 "Dan kepada binatang itu diberikan mulut, yang penuh kesombongan dan hujat; kepadanya diberikan juga kuasa untuk melakukannya empat puluh dua bulan lamanya" Wahyu 13:5.
Tiga setengah masa berati 3,5 tahun nubuatan = 42 bulan nubuatan = 1260 tahun (1 hari nubuatan = 1 tahun sebenarnya, lihat juga Bab 5 "Kunci Untuk Lambang Alkitab" dan juga Bab 6 "Nubuatan 70 minggu"), yaitu dari tahun 538 M sampai tahun 1798 M.
Kuasa Kepausan menjadi paling tinggi dalam dunia Kristen pada tahun 538 M. berdasarkan dekrit Kaisar Roma bernama Justinian, yang mengumumkan bahwa bishop Roma sebagai kepala dari seluruh gereja. Surat dekrit tersebut menjadi bagian dari undang-undang Justinian, yang menjadi Undang-Undang Dasar dari kerajaan tersebut. Kuasa Kepausan runtuh pada tahun 1798 M tatkala Jenderal Berthier, seorang panglima Napoleon, menawan Paus yang akhirnya meninggal di pengasingan.
j. Mengalami luka namun kemudian sembuh
"Maka tampaklah kepadaku satu dari kepala-kepalanya seperti kena luka yang membahayakan hidupnya, tetapi luka yang membahayakan hidupnya itu sembuh. Seluruh dunia heran, lalu mengikut binatang itu" Wahyu 13:3. "... bahwa binatang itu telah ada, namun tidak ada, dan akan muncul lagi " Wahyu 17:8
Kepausan mengalami apa yang tampaknya sebagai suatu pukulan mematikan ketika pada tahun 1798 jenderal Berthier, salah seorang staf Napoleon, menangkap dan menawan Paus sampai mati di pengasingannya. Joseph Rickaby, The Modern Papacy, dalam Lectures on the History of Religion, jld 3, lektur 24, hal 1 (London, Catholic Truth Society, 1910) Separuh dari negara Eropa menyangka bahwa Kepausan telah berakhir dengan adanya peristiwa ini. Akan tetapi Allah telah menggariskan bahwa luka itu akan sembuh dan bahwa pengaruh Kepausan akan bertumbuh sampai seluruh dunia mengikuti dia. Beberapa kesembuhan yang sudah nyata :
• Pengembalian kedaulatan Paus oleh Mussolini tahun 1929
• Perkembangan pengaruh Katolik di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat
• Konsili Vatikan kedua tahun 1962-1965
• Sikap rujuk sebagian besar Protestan Modern
Siapapun tahu kalau dewasa ini Kepausan (Vatikan -- penj.) dalam berbagai hal merupakan satu kuasa yang paling berpengaruh di dunia ini. Dan dengan kunjungan Paus Yohanes Paulus II yang lalu, pengaruh dan kekuasaan Kepausan kian meningkat. Berjuta-juta orang di seluruh jagad memandang kepada Kepausan dewasa ini sebagai satu-satunya harapan bagi persatuan dunia, rasa kasih dan perdamaian Seminar Wahyu, hal 265
h. Mempunyai lambang bilangan
"Yang penting di sini ialah hikmat: barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah enam ratus enam puluh enam." Wahyu 13:18
Tidak seperti bahasa-bahasa lainnya, huruf-huruf Romawi mengandung juga unsur angka : D = 500, C = 100, L = 50, X = 10, V=U=5, I = 1
Mahkota ini dikenakan Paus untuk acara kebesaran (seremonial head-dress). Meskipun setelah Paus Paul VI tidak dipakai lagi, namun mahkota ini tetap ada dan bebas untuk dipakai Paus-Paus yang akan datang. Tiara/ mahkota ini bertingkat tiga, melambangkan kuasa terhadap 3 tingkatan (di langit, di bumi, dan bagian-bagian di bawah bumi).
Gelar yang tertulis di mahkota tersebut adalah : VICARIUS FILII DEI yang artinya "Vicar of Christ" (One who takes the place of Christ), yaitu Pengganti dari Kristus - Our Sunday Visitors, Catholic Encyclopedia.
Pada cincin/meterai Kepausan terdapat gelar :
D U X C L E R I
500 + 5 + 10 + 100 + 50 + 1 = 666 (E dan R tidak ada nilai), gelar lainnya adalah :
D I C L U X
500 + 1 + 100 + 50 + 5 + 10 = 666



Penting Untuk Diketahui :
Allah mengasihi umat Katolik, demikian pun kami .Allah menyatakan mereka yang di dalam Babel adalah "umatKU", seruan Allah kepada mereka "Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya (Babel)..."Wahyu 18:4










SURAT PENGAMPUNAN DOSA (INDULGENCES)
Referensi :
Untuk sejarah rinci dari doktrin pengampunan dosa, lihat :
The Catholic Encyclopedia, art. Indulgences (contributed by W.H. Kent, O.S.C., dari Bayswater, London)
Carl Ullmann, "Reformers before the Reformations," Vol.I, bk.2, part 1, ch.2;
M.Creighton, "History of the Papacy" Vol.V, pp. 56-64, 71;
L. von Rauke, "History of the Reformation in Germany", bk. 2, ch.1, par. 131, 132, 139-142, 343-346.
Chas Eliott, "Delineation of the Roman Catholicism", bk. 2, ch. 13;
H.C. Lea, "A History of Auricular Confession and Indulgences;"
G.P. Fisher, "The Reformation," ch. 4, p.7
Cathechism of the Catholic Church, hal 408 : "Imam-imam berkuasa untuk mengampuni dosa-dosa"
KEADAAN TIDAK DAPAT SALAH (INFABILITY)
Referensi :
Catholic Encyclopedia, art. Infability (contributed by P.J. Turner, S.T.D);
Geo Salmon, "The Infability of the Church"
Chas. Elliot, "Delineation of Roman Catholicsm", bk.1, ch.4;
Cardinal Gibbon, "The Faith of Our Fathers," ch. 7 (49 th ed., 1897)
Ralph Woodrow, "Babylon Mystery Religion", ch. 13, p.104